Lihat ke Halaman Asli

(Week 2) Beastudi Indonesia Preparatory School Batch 4: Critical Thinking

Diperbarui: 19 Juni 2017   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: zakisabena.blogspot.com

  "Jangan menganggap semua orang sebagai teman, sebelum mencoba tiga sifat ini kepadanya; pertama, lihatlah ketika dia marah apakah berpaling dari kebenaran kepada kebatilan. Kedua, terkait dirham dan dinar (harta). Ketiga, saat bepergian dengannya"

Setelah lelah belajar selama satu minggu penuh, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Sebenarnya, jadwal hari minggu pertama adalah sesi khusus yang akan diisi oleh petinggi LPDP. Unfortunately, LPDP mendadak mengatakan tidak bisa karena satu dan dua hal. Sampai program BIPS batch 4 ini berakhir nantinya, LPDP tetap tidak memberi jawaban yang pasti siapa orang terbaik dari LPDP dan kapan beliau bisa membersamai kami. Pihak Dompet Dhuafa memang sudah mewanti-wanti kepada LPDP siapa jajaran pentingnya yang bisa datang. Dompet Dhuafa tidak mau orang yang biasa yang datangm karena itu sama saja dengan seminar-seminar roadshow yang selama ini diadakan oleh LPDP.

Disini, Dompet Dhuafa ingin sesuatu yang berbeda. Anyway, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Botani Square, mall-nya Institut Pertanian Bogor, yang terletak di pusat kota. Awalnya, aku ragu ikut karena sudah ernah kesana setahun yang lalu ketika nonton film "Cokroaminoto, Guru Bangsa" bersama dengan teman-teman School for Nation Leader, salah satu program Dompet Dhuafa juga. Tapi akhirnya aku setuju untuk ikut bersama dengan teman-teman yang beberapa juga pada awalnya tidak mau ikut.

Keputusan yang kami ambil pada akhirnya tidak sia-sia karena kami menciptakan banyak sekali momen-momen indah yang tak terlupakan. Awalnya, kami hanya pergi ke Botani Square untuk makan-makan di Food Court -- nya. Benar-benar kegiatan yang tidak berguna sama sekali. Tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke rumah Herma, penanggungjawab program BIPS batch 4 ini yang sudah kami anggap seperti adik sendiri. Kami ketawa-ketiwi sepanjang perjalanan di angkot, salah naik bus, hujan-hujanan dan memori-memori yang tak terlupakan lainnya.

Setiap detik kesenangan dan kesusahan yang kami lalui, tidak ada seorangpun yang marah bahkan mengeluh saja. Disinilah aku merasa bahwa teman-teman yang baru saja aku temui seminggu yang lalu ini adalah teman-teman terbaik di lingkungan asalnya. Setidaknya, dalam perjalanan ini kami bisa lebih akrab, mengetahui lebih dalam karakter-karakter setiap orang dan melepas topeng kecanggungan yang masih ada diantara kami. Ini penting, karena proses belajar bersama tidak akan berjalan efektif jika masih malu-malu dan ada dinding tidak terlihat di antara kami.

Agenda acara di akhir pekan ini kami habisi dengan outbond di Kebun Raya Bogor. Lumayan, dapat baju dan slayer baru, serta bisa akhirnya menikmati keindahan Kebun Raya Bogor walaupun hanya di bagian kecilnya saja. Disini kami semakin akrab dan tentu saja semakin happy. Walaupun outbond diadakan dari pagi sampai siang tanpa henti, kami tidak merasa capek.


Metode Belajar

Poin pertama yang diajarkan oleh tim The Brighton Indonesia (TBI) kepada kami dalam menguasai IELTS adalah Critical thinking. Berpikir kritis. Ini dikarenakan soal-soal yang di tanyakan dalam tes IELTS adalah soal-soal nalar. Berbeda dengan soal yang selama ini kupelajari di TOEFL, yaitu structure, grammar dan serangkaian rules lainnya. Misalkan saja dalam Writing dan Speaking, yang dinilai tidak hanya aturan baku grammar dan spelling serta pronunciation nya saja, melainkan juga coherent dan cohesion nya. Jika kita tidak mampu menangkap pertanyaannya serta tidak mempunyai wawasan luas yang berbeda dengan ide orang lain, maka susah untuk memberikan jawaban. Oleh karena itulah, critical thinking merupakan hal pertama yang harus dibiasakan kepada murid.

Salah satu hal yang sangat kukagumi dari teman-teman anggota BIPS Batch 4 ini adalah keunikan masing-masing yang dimiliki. Aku banyak belajar dari mereka terutama dari cara mereka meningkatkan kemampuan bahasa inggris dalam waktu lima minggu tersebut. Masing-masing memfokuskan diri pada titik lemahnya sendiri diantara empat bagian tes IELTS, yaitu Listening, Reading, Writing dan Speaking. Ada yang rajin mengunjungi The Jakarta Post untuk meningkatkan kemampuan reading nya, ada yang menulis secara terperinci rangkuman buku pegangan kami yaitu Focus on IELTS, ada yang kemana-mana nampaknya kerjaannya cuma dengerin musik dari smartphone padahal sedang mendengar materi BBC atau materi listening lainnya, ada yang masih belajar setelah kelas berakhir pada jam 10 malam, ada pula yang bangun satu jam sebelum jadwal shalat Shubuh untuk listening, bahkan ada yang sudah punya band score IELTS 6 padahal baru belajar bahasa inggris enam bulan yang lalu. Memang benar apa yang dikatakan bahwa orang-orang hebat itu, melakukan hal-hal yang unik dan berbeda.

Aku sendiri menyadari Speaking adalah titik lemahku. Sudah sejak SMP aku mengalaminya ditambah pengalaman buruk di SMA ketika tidak bisa menjawab pertanyaan seorang panelis dalam acara seleksi English Ambassador yang disiarkan oleh TVRI nasional. Alhamdulillah, berkat rahmat Allah, aku dipertemukan dengan jalan keluarnya. Beberapa teman yang sangat baik membuat inisiatif untuk practice speaking test setelah shalat shubuh. Demi mendengar ide itu, aku langsung setuju dan menjadi anggota yang paling rajin datang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline