Lihat ke Halaman Asli

Yudha P Sunandar

TERVERIFIKASI

Peminat Jurnalisme dan Teknologi

MDG, Formula Kebangkitan Pemuda Tani Sukalillah

Diperbarui: 17 Mei 2019   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda Tani Sukalillah belajar ke pengurus GEMPITA tentang pertanian di lahan jagung Sukalillah-pikirkanrakyat.com

Pemuda desa yang hijrah ke kota dan berubah jadi kaum metropolitan? Ah, ini cerita lama. Namun, bagaimana bila pemuda desa yang tetap tinggal di desa dan memadukan tekad bersama untuk menjadi petani? Menariknya lagi, mereka memulai semuanya dari nol: tanpa lahan, minim pengetahuan, dan peralatan pertanian seadanya.

Inilah pemandangan di Kampung Sukalillah, Desa Jenggala, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sudah satu semester terakhir terakhir ini, para pemuda desa yang tersisa berbondong-bondong menggarap lahan desa yang sudah tertidur seperempat abad lamanya. Padahal, sedari kecil mereka sudah jauh dari urusan mengolah tanah dan memelihara tanaman.

"Pemuda itu butuh motivasi supaya berdaya," buka Ipan Zulfikri, sang motor penggerak ketika berbincang-bincang dengan saya beberapa waktu lalu. Menurutnya, para pemuda yang tersisa di desanya termasuk kategori yang patah semangat dan tersingkirkan dari persaingan hidup di kota.

Naasnya, di desa, pekerjaan para pemuda ini termasuk serabutan. Ada yang berdagang seadanya, buruh harian, bahkan ada pula yang hanya mencari kayu semata untuk membuat dapur mereka berasap. Barangkali, api semangat hidup para pemuda ini telah padam kala itu. Meskipun demikian, Ipan dan ketiga orang lainnya justru melihat ini sebagai kesempatan, alih-alih sebagai keterpurukan.

Itang Nur Syamsi, koordinator pemuda tani Sukalillah, mengaku butuh waktu berbulan-bulan guna memantik kembali api semangat para pemuda. Dia dan dua teman lainnya aktif membangun forum-forum informal guna memotivasi dan menggerakkan para pemuda ini untuk bertani. Sembari menyeduh kopi dan merokok serta ngaliwet, mereka kerap berdiskusi, berbagi pengetahuan, hingga saling menyemangati satu sama lainnya.

"Awalnya, anak-anak (para pemuda) menolak," tutur Syamsi, berseloroh. Meskipun demikian, dia terus berusaha untuk membangun semangat para pemuda dengan membuka forum diskusi sesering mungkin. Kadang dua pekan sekali, bisa sepekan sekali, tak jarang mereka berkumpul setiap malam. "Supaya saling menguatkan," imbuhnya.

Motivasi Datang, Dukungan Pun Terdulang

Dan benar saja. Setelah berbulan-bulan mencoba, Syamsi berhasil memotivasi para pemuda untuk bangkit. Mereka juga bertekad untuk membangun pondasi ekonominya berbasis potensi desa. Rencana ini pun mereka sampaikan kepada pemerintah desa. Di luar dugaan, pemerintah desa langsung mendukung langkah mereka dengan meminjamkan lahan seluas empat hektar milik desa.

Syamsi dan para pemuda "bangun tidur" pun langsung tancap gas menggarap lahan tidur desa. Berbagai semak belukar dan perdu keras berusia dua puluh tahun berhasil mereka babat habis. Tanpa kenal lelah, mereka bekerja sebulan penuh untuk menata lahan desa agar siap ditanami.

Bagi Syamsi dan kawan-kawan, dukungan semacam ini sangat penting untuk memelihara motivasi para pemuda desa. Selama ini, pemerintah desa selalu menganak-tirikan pemuda, khususnya dalam proses politik di desa. Otomatis, para pemuda terpinggirkan dan kehilangan semangat. "Padahal, sebagai pemuda, posisi mereka sangat strategis dalam menunjang desa dan potret masa depannya," tandas pria bertubuh langsing ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline