Lihat ke Halaman Asli

Yuda Muhamad Hardiansyah

Penulis ugal-ugalan

Tambahan Istirahat dan Penghapusan Ranking Sekolah

Diperbarui: 28 September 2017   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

adisumaryadi.com

Latar Belakang

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran. Seperti halnya yang di cita-citakan oleh undang-undang dasar Indonesia tahun 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa pada kenyataannya belum terlaksana secara baik dan sesuai. Salah satu faktor utamanya tak lain ialah metoda pembelajaran yang dilakukan belum secara maksimal.

Metoda pembelajaran Indonesia saat ini masih dibilang kaku dan tidak fleksibel. Hal ini dapat dilihat dari peraturan sekolahnya yang masih mengikuti aturan dari pemerintah pusat, padahal pada kenyataannya penerapan tidak akan efektif untuk sekolah-sekolah yang letaknya berjauhan dari lokasi pemerintah pusat. Sistem full day school sangat kurang efektif bagi daerah-daerah di Indonesia. Tenaga dari siswa sekolah dasar dikuras habis padahal fisik mereka tentu tidak akan sekuat orang-orang dewasa yang sudah terbiasa dengan jam kerja dan lembur.

Selain pada peraturan dasar sistem jam sekolah, masih banyak lagi tugas yang seharusnya dibenahi oleh pemerintah. Hal ini diiringi oleh perkembangan zaman yang setiap harinya semakin berkembang. Untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan pengkajian ulang disetiap tahunnya. Sistem istirahat yang dimaksud adalah pada saat pergantian jam pelajaran. Waktu 15 menit istirahat dirasa cukup untuk setiap pergantian jam pelajaran. Sistem ranking yang selama ini dibanggakan pun dirasa kurang efektif bagi  setengah peserta didik terutama untuk sekolah dasar yang sebenarnya masih rawan dalam pembentukan karakter mereka.

Deskripsi    

Pendidikan diindonesia masih dianggap seperti robot. Kaku dan tidak fleksibel, jadwal mereka yang padat disinyalir menjadi salah satu penyebabnya. Padahal seperti kita tahu bahwa orang dewasa maupun anak-anak sebenarnya memiliki pemikiran yang hampir sama pada umumnya. Otak kita akan merasa pusing apabila diberikan masukan secara berlebihan apalagi mengenai pendidikan dengan waktu yang padat.

Istirahat selama 15 menit setiap kali pergantian jam pasti akan membuat cukup efektif dalam penerapannya. Seperti kita tahu bahwa setiap manusia diberikan kekurangan dan juga kelebihan dari setiap dirinya. Setiap manusia tidak bisa dipaksakan untuk dapat menguasai semua ilmu secara bersamaan hal ini dapat kita lihat dengan pemilihan sistem jurusan pada sekolah tinggi yang bervariasi.

Pada saat sekolah dasar jadwal yang padat tidak akan berdampak baik dan hanya akan membuat mereka mendapatkan pendidikan yang masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Daya serap informasi dari setiap manusia tidak lah sama. Akan tetapi untuk dapat menyamakannya maka dengan sistem istirahat selama sekitar 15 menit setelah mendapat satu atau dua jam pelajaran setiap 35 menit atau 70 menit setiap mata pelajarannya dirasa mampu mengatasi perihal daya serap anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang baru. Untuk dapat menyerap pendidikan yang berbeda setiap mata pelajarannya maka dibutuhkan istirahat atau rehat sejenak yang berkisar 15 menit.

Anak-anak yang tidak berpendidikan baik maka akan mudah mendapatkan pemikiran yang salah. Hal ini lah yang merupakan dampak negatif dari pada penerapan ranking sekolah. Penerapan ranking sebenarrnya diharapkan dapat meningkatkan prestasi setiap siswanya. Akan tetapi pada kenyataannya mental anak-anak yang masih rawan justru akan tertekan dan bukan termotivasi terutama untuk siswa yang mendapat ranking rendah disekolah.

Hilangnya Einstein di Indonesia bisa dikatakan karena sistem ranking ini ada. Einstein dan beberapa penemu hebat lainnya saat kecil bukan merupakan anak pintar pada umunya bahkan guru pada masanya mencap sebagai anak yang  bodoh. Sistem pendidikan ranking sebenarnya menghambat potensi unggul yang sesungguhnya.

Dengan dihapuskan sistem rangking diharapkan hilangnnya strata pada anak-anak, Sistem rangking juga dapat menjadi penyebab dari pada kesenjangan sosial di dalam pendidikan. Bullying yang seharusnya hilang terutama pada saat masa kecil pertumbuhan karakter ternyata malah menjadi sumbu. Anggapan seseorang bodoh oleh temannya dapat menurunkan mental, motivasi dan semangat dalam mendapat pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline