Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Cerita dari Atap Dunia

Diperbarui: 13 Desember 2021   02:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. KOTEKA

Bicara soal pendakian ke pegunungan Himalaya, kebanyakan cerita yang ada berkutat pada perjalanan sukses mencapai puncak. Tapi, dalam webinar bersama KOTEKA, Sabtu (2/10) lalu, saya mendapat cerita berbeda tentangnya.

KOTEKA yang kali ini menghadirkan Rahmat Hadi, seorang pendaki gunung yang berdomisili di Sleman, Yogyakarta menampilkan cerita pendakian ke basecamp Gunung Everest (8.848 mdpl) dan basecamp Gunung Annapurna (8.091 mdpl) pada tahun 2014 dan 2015 saat berusia 43 tahun.

Waktu kecil, Pak Hadi terinspirasi mendaki gunung karena terbiasa nonton film India dan pernah bermimpi mendaki gunung Himalaya. Semasa Kuliah (1992), pria keturunan Bugis ini pernah mendaki gunung di pulau Jawa atau luar Jawa.

Karena kesibukan kerja dan lain-lain, hobi mendaki gunung baru aktif ditekuni lagi sejak tahun 2006. Pendakian ke Himalaya sendiri merupakan pendakian pertamanya di luar negeri. Selain karena mimpi masa kecil, ada faktor lain yang jadi pertimbangan.

Pertimbangannya adalah, bagi pendaki gunung, mendaki Himalaya setara dengan "naik haji". Sebagai informasi, 9 dari 10 gunung tertinggi di dunia ada di Himalaya.

Hanya satu gunung di luar pegunungan Himalaya, yang berada dalam 10 besar gunung tertinggi di dunia, yakni Gunung Godwin Austin alias K2 (8.611 mdpl). Gunung tertinggi kedua di dunia ini terletak di Pegunungan Karakoram, Pakistan.

Dari Himalaya, pria yang mempunyai usaha warung kopi ini sempat menaklukkan puncak gunung Kilimanjaro (gunung tertinggi di Afrika) dan mendaki Gunung Elbrus di Rusia. Tapi, pengalaman mendaki Gunung Everest dan Annapurna menjadi yang paling berkesan.

Selain karena menjadi yang pertama dilakukan di luar negeri, ada antusiasme dan berbagai persiapan ekstra, mulai dari fisik, mental, asuransi, visa, sampai biaya (berkisar antara Rp. 15-16 juta). Semua ini disiapkan Pak Hadi sejak setahun sebelumnya, dengan tantangan terbesar ada di mindset dan mental.

Sebelum mendaki, Pak Hadi terlebih dulu melakukan aklimatisasi (adaptasi fisik) di Kathmandu, Nepal, lalu terbang ke Kota Lukla naik pesawat Cessna (25 menit penerbangan) ke bandara Tenzing Norgay atau Bandara Tenzing-Hillary.

Bandara ini adalah satu dari 10 bandara paling berbahaya di dunia. Ujung landasan pacunya bersebelahan dengan jurang. Jika duduk di jendela kiri, bisa melihat langsung Gunung Everest dari pesawat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline