Lihat ke Halaman Asli

Yogaswara F. Buwana

Pemikir Bebas

Rektor Korupsi, Bukti Mereka Juga Butuh Duit

Diperbarui: 30 Maret 2023   08:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tahun lalu kita mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. karomani berkaitan dengan dugaan kasus suap seleksi penerimaan mahasiswa jalur mandiri, sementara beberapa saat lalu kita kembali mendengar kabar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan rektor Universitas Udayana (UNUD) yang bernama Prof.Dr.Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.IPU. sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (IPU). Dua penangkapan KPK terhadap rektor-rektor tersebut membuat kita seolah-olah tertampar oleh kondisi dunia pendidikan kita yang memang bermasalah. Kenapa kok kita menggunakan kata "seolah-olah tertampar ?", ya, karena kita sebenarnya hanya berpura-pura tertampar, padahal kita sudah tahu kalau dunia pendidikan memang banyak korupsi. Apakah kali ini kita pura-pura terkejut juga setelah mengetahui fenomena tersebut ?. 

Miris bukan rektor tertangkap korupsi ?. Berapa tahun mereka menghabiskan usia untuk menuntut ilmu, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, S1, S2, dan S3 ?. Pertanyaaan berikutnya buat apa ilmu yang bejibun akan tetapi ujung-ujungnya masuk penjara ?. Apalagi mereka juga mempunyai gelar profesor yang mestinya tidak mencemari nama baik mereka dengan menyandang status sebagai tahanan, karena hal tersebut akan menghina ilmu yang telah mereka ajarkan ke mahasiswa, mulai dari mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan mahasiswa S3. Meskipun demikian kita memang harus maklum kalau rektor berbuat korupsi, karena bagaimanapun mereka juga manusia biasa yang butuh duit. 

Penulis sering mendengar pernyataan dari orang-orang yang tidak pernah kuliah, "buat apa kuliah kalau ujung-ujungnya nanti cari kerja ?", atau "Banyak yang tidak kuliah tapi bisa sukses dan mempekerjakan para sarjana, jadi buat apa kuliah". Seorang mahasiswa polos biasanya akan menjawab "Kuliah bukan untuk cari duit atau cari kerja, akan tetapi cari ilmu". Sontak jawaban tersebut jelas akan menjadi bulan-bulanan orang antikuliah karena faktanya seorang rektor yang notabennya adalah pimpinan perguruan tinggi tetap butuh duit, bahkan dengan cara yang ilegal sekalipun. Jadi mana buktinya kalau kuliah itu untuk mendapatkan ilmu ?. 

Tentu kita tidak bisa menghakimi begitu saja bahwa seluruh rektor di Indonesia korup. Kita sebenarnya juga percaya bahwa masih banyak rektor yang bersih. Namun dengan penahanan dua rektor di atas, memang agak menyusahkan kita, karena kita harus bekerja keras menjelaskan pada orang awam bahwa dunia perguruan tinggi masih banyak yang bersih. Meskipun kita tidak dibayar oleh siapapun untuk menjelaskan itu. 

Jadi kenapa rektor kok korupsi ?

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa rektor juga manusia yang bisa saja tergoda dengan banyaknya uang yang terbentang di depan mata. Apalagi rektor dari perguruan tinggi favorit, yang jelas akan membuat peluang korupsi terbuka lebar, karena banyak yang tertarik kuliah di perguruan tinggi yang dia pimpin. Kalau rektor bukan dari perguruan tinggi favorit, jangankan mikir korupsi, orang cari mahasiswa saja susahnya minta ampun, walaupun kalau ada kesempatan, ada peluang juga untuk korupsi. Lalu urusan akademik dan non akademik itu terpisah, maksudnya idealisme yang diajarkan ke mahasiswa di kelas, dan idealisme dalam manajemen kampus sudah berbeda. Toh rektor biasanya juga memiliki asisten dosen, apabila terlalu sibuk dalam manajemen kampus, asisten dosenlah yang bergerak masuk ke kelas. Tunggu, apakah karena rektor terbelenggu di dalam gedung rektorat pada akhirnya banyak dari mereka kehilangan idealisme ?, entahlah, mending kita tanya kepada mereka, enak mana ngajar di kelas atau duduk manis di gedung rektorat yang nikmat ?. 

Penulis pernah menjumpai seorang teman dari sebuah perguruan tinggi besar yang diajar oleh seorang dosen yang sekaligus menjabat sebagai rektor. Ketika teman penulis tersebut bertanya materi kepada sang rektor, teman penulis tersebut malah disuruh membaca buku. Memang tidak ada salahnya seorang dosen membaca buku, akan tetapi dengan menyuruh membaca buku artinya kedekatan antara mahasiswa dengan sang dosen berkurang, karena interaksi yang minim. Atau memang sang rektor sudah lupa materi yang diajarkan ?, bisa jadi demikian karena sang rektor sibuk mengurus manajemen kampus, sehingga lupa tugas utamanya sebagai pengajar. Tanpa ada mahasiswa, apakah sang dosen bisa menjadi rektor ?. Penulis pernah mendengar seorang dosen mengatakan "Di India, seroang pejabat kampus tidak akan diberikan jam ngajar, dia harus memilih ngurus manajemen kampus atau ngajar". Sampai sekarang pun, penulis belum mengetahui apakah ucapan dosen tersebut benar atau salah.

Penulis juga pernah melihat seorang teman penulis terkejut parah. Lalu penulis tanya "kenapa ?", katanya "Tahu nggak ?, dosen yang tertangkap korupsi kemarin sering mengatakan 'jangan korupsi !' di kelas kami". Setelah mendengar hal tersebut penulis mikir "kok bisa-bisanya dia polos sekali di semester tua ini ?". Akan tetapi ada dosen yang memang benar-benar luar biasa dalam mendidik mahasiswanya dalam bersikap antikorupsi. Sang dosen tersebut berpura-pura meminta hadiah ke mahasiswa "Tolong bawakan makanan khas daerahmu ya", akan tetapi kemudian di akhir pembicaraan sambil tersenyum sang dosen mengatakan "Apakah itu diperbolehkan secara aturan dan hukum ?, saya lho PNS, itu tidak boleh ya, karena itu namanya gratifikasi". Akhirnya saya paham bahwa sang dosen sedang mendidik mahasiswanya untuk melawan korupsi dengan cara berpura-pura meminta suap, bagi saya pendidikan antiKorupsi dosen tersebut lebih mengena daripada dosen yang bilang "Jangan Korupsi !". 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline