Lihat ke Halaman Asli

Budiyanti

Seorang pensiunan guru di Kabupaten Semarang yang gemar menulis dan traveling. Menulis menjadikan hidup lebih bermakna.

"Rewang" Tradisi Jawa yang Perlu Dilestarikan

Diperbarui: 24 November 2022   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi 

"Rewang" Tradisi Jawa yang perlu Dilestarikan

"Rewang" adalah tradisi Jawa yang sampai saat ini masih ada. Rewang, istilah Jawa yang berarti membantu. Seperti kita ketahui bahwa masyarakat Jawa selalu meminta bantuan pada tetangga untuk "Rewang" saat punya gawe menikahkan anaknya atau acara lain. Selain itu warga selalu sedia "Rewang" kala ada warga yang kesusahan. Dengan kesadaran sendiri warga berbondong-bondong membantu tetangga.

Tetangga adalah saudara paling dekat. Jadi, dengan tetanggalah kita saling bergotong-royong. Kita harus berbaik pada tetangga itu suatu yang amat penting. Seperti kita ketahui bahwa siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang berimankepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya" (HR Muslim). Jadi dengan tetangga kita sebaiknya peduli baik suka maupun duka.

Seperti hari ini, ada tetangga yang meninggal. Pagi sekali para warga berbondong-bondong ke rumah duka. Pak RT langsung menggerakkan untuk membantu berbagai hal, Tampak para bapak mengambil kursi dari gudang RT. Kemudian banyak juga yang memasang tenda. Guyup rukun semuanya. Para ibu pun berkumpul di suatu rumah untuk mempersiapakan memasak untuk yang punya gawe. Bisa juga untuk selamatan dengan berbagi menu. Namun, kali ini sudah ada berubah. Menu makan diganti dengan barang mentah. Ada beras, gula, teh, minyak, mie isntan. Semua dimasukkan dalam wadah plastik.. Biasanya di atas wadah ada nasi gurih yang diberi suwiran ayam, kedelai hitam, mentimun dan irisan cabai yang dikemas dalam wadah platik kecil.

"Rewang" ini dilakukan warga tanpa ada bayaran. Namun, biasanya usai rewang ada makanan yang dibawa pulang. Kalau di desa ini suatu kewajiban. Jika dirinya tidak hadir maka akan berpengaruh pada dirinya. Suatu saat kita tentunya akan punya hajat. Oleh karena itu rewang benar-benar menjadi prioritas.

Bagaimana di kota?

Tampaknya tradisi "Rewang" di kota sudah mulai berkurang. Walaupun belum sepenuhnya hilang karena peran tetangga masih diperlukan. Di kota, orang punya hajat biasanya sudah mengandalkan jasa orang lain. Wedding organizer banyak tersedia di mana-mana. Peran tetangga berkurang. Biasanya hanya among tamu. Jadi tradisi Rewang sedikit bergeser.

Banyak positif yang bisa kita petik saat rewang, kita bisa saling berkomunikasi, saling bercerita panjang lebar, makan bersama. Intinya "Rewang" bisa menjalin silaturahmi dengan tetangga. kita pun jadi akrab.

 "Rewang" dapat  menjalin persaudaraan dengan tetangga. Selain itu saat "Rewang" bisa menjadi ajang belajar. Kita bisa belajar memasak dari tetangga. Yang dulunya tidak bisa membungkus lemper, saat rewang kita bisa mempraktikan agar bisa. Tak lupa belajar bersosialisasi dengan tetangga. Walaupun agak pudar mari kita lestarikan tradisi "Rewang" ini dengan selalu bergotong- royong dengan tetangga.  

Ambarawa, 24 November 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline