Lihat ke Halaman Asli

Edison Hulu

Ekonomi dan Keuangan

Yang Paling Ditakuti Bukan Utang Negara Tetapi Koruptor!

Diperbarui: 23 Januari 2019   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Negara yang berpenghasilan rendah, biasanya, memiliki tabungan yang rendah,  tidak mampu membiayai investasi, pada gilirannya pertumbuhan ekonomi rendah.  Bila tanpa perubahan strategi, maka dinamika ekonomi akan berada pada lingkaran setan (vicious cycle economy).  Untuk memutus lingkaran setan ekonomi tersebut,  salah satu strategi yaitu meminjam modal dari negara lain untuk membiayai investasi dalam  berbagai bidang, sehingga diharapkan berdampak pada kinerja pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.  Banyak negara yang berhasil dengan strategi meminjam modal dari luar negeri untuk pembiayaan investasi,  tetapi banyak juga yang tidak berhasil.  Salah satu faktor utama yang membuat tidak berhasil, yaitu, koruptor. 

Dalam tulisan singkat ini akan dijelaskan sekilas "Ringkasan Kuliah Umum Tentang Utang Negara yang disampaikan Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo pada tahun 1980 di Medan, Propinsi Sumatera Utara.

Sebuah universitas swasta di Kota Medan mengundang Prof. Soemitro untuk memberi kuliah umum "Perekonomian Indonesia", tepatnya pada tahun 1980. Saya beruntung mendapat kesempatan untuk ikut kuliah umum tersebut.

Banyak hal yang disampaikan Prof. Soemitro, tetapi hanya satu bahasan singkat yang akan sampaikan pada catatan kecil ini, yaitu, berkaitan dengan utang negara, mengapa perlu, dan apa tantangan serta solusinya.

Berkaitan dengan utang negara, Prof. Soemitro memulai dengan sebuah pertanyaan, "mengapa negara perlu utang". Jawabannya singkat, karena butuh dana untuk membiayai keinginan yang lebih besar dari kemampuan, dan memang harus demikian, karena negara kita ingin tidak semakin jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara lain.

Tentu, keinginan membangun yang dibiayai dari utang harus prioritas, dalam arti dipilih program yang memberi pengganda (multiplier effects) yang besar dan cepat terhadap perekonomian negara, agar ke depan menjadi lancar dalam pembayaran cicilan dan bunga utang. Beliau menegaskan bahwa Bappenas yang melakukan analisis yang mana yang dibiayai dari utang, itu tugasnya.

Banyak pakar yang membatasi jumlah utang negara diukur dalam PDB (Produk Domestik Bruto), dalam kenyataan rasio utang ada yang lebih 100 persen tetapi ekonominya sehat tumbuh dinamis, dan ada rasio utang yang di bawah 20 persen dalam PDB tetapi ekonominya lesu tak berkembang. Kuncinya, bukan pada rasio utang dalam PDB.

Selama banyak proyek pembangunan yang menghasilkan pengganda ekonomi yang besar yang dibiayai dari utang, seberapapun rasio utang dalam PDB tidak masalah. Tetapi, pada saat kuliah tersebut, Prof. Soemitro mengkhawatirkan "korupsi" atas proyek pembangunan yang dibiayai dari utang, sehingga tidak terealisasi pengganda ekonomi, pada gilirannya kesulitan membayar utang ke depan.

Demikian yang masih saya ingat dari kuliah umum Prof. Soemitro pada tahun 1980, kurang lebih mohon dimaafkan.

Intinya, yang ditakuti bukan tinggi rendahnya rasio utang dalam PDB, tetapi para koruptor yang masih belum jera.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline