Lihat ke Halaman Asli

Karimatus Sahrozat

Writer, Editor

Percakapan #3: Aku

Diperbarui: 1 Januari 2022   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pexels.com/

You cannot fix me because I am not broken. And even though everything has changed, I'm still more me than I've ever been. -- Ian S. Thomas, Every Word You Cannot Say

...

Dia memperhatikanku. Memperhatikan rambut-lurus-sebahu yang untuk pertama kalinya dicat warna biru. Kemeja putih kedodoran yang kupadukan dengan celana jin hitam. Anting tusuk bulat kecil bergambar smiley warna kuning yang jarang kupakai sejak aku membelinya dua tahun lalu--kali ini hanya kupakai di telinga kanan dengan tambahan dua stud earrings kecil lain di atasnya. 

Mungkin lipstik merahku yang cukup berani juga menarik perhatian. Ditambah kuteks hitam bercampur putih di jari-jari tanganku. Satu-satunya yang tak terlalu dia perhatikan cuma sepatu kets putih dengan sedikit polesan warna hijau--sebab sepatu yang mungkin sudah tampak usang ini memang sudah lama selalu jadi sepatu kets favoritku.

"Aku banyak berubah, ya?" kutanyakan itu kepadanya. Toh aku memang sengaja tampil begini cuma buatnya. Dan mungkin cuma buat kali ini, malam ini.

"Cantik," jawabannya singkat. Tapi cukup untuk menjelaskan segalanya. 

Dia tidak pernah protes terhadap apa pun yang kukenakan. Dia pasti paham: aku jarang tampil menjadi aku. Seringnya aku menyesuaikan diri demi menjadi lukisan yang diharapkan sekitar. Dan soal itu, dia mana pernah keberatan. Tapi terkadang, dia sepertinya menatapku dengan rasa kasihan.

Selama ini aku jarang berdandan, apalagi sampai memakai lipstik merah berani dan menghias kuku dengan kuteks. Sebab orang bilang, itu cuma buat mereka yang kemayu, sedangkan aku adalah si kalem yang lebih cocok ke mana-mana tanpa riasan, tanpa peduli penampilan. 

Seumur hidup, rambutku tak pernah kuwarnai kecuali malam ini. Juga sebab kata orang, aku anak baik-baik, jadi tak pantas mewarnai rambut. Bahkan waktu aku kecil dan rambutku berubah jadi agak merah dengan sendirinya, orang-orang peduli sekali sampai menanyakan perihal itu kepada Bapak: Itu anaknya kenapa? Kok jadi begitu tingkahnya? Mungkin mereka kira, Bapak punya cukup waktu untuk mengurusi tingkahku.

"Kamu cantik, Soul, lebih dari yang kamu bayangkan. Aku senang kamu berani menjadi kamu,"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline