Lihat ke Halaman Asli

Karimatus Sahrozat

Writer, Editor

Heaven

Diperbarui: 28 Oktober 2020   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

themamamakers.com

Ardi

Waktu memasuki halaman depan tempat ini, "Paris Nights / New York Mornings" milik Corinne Bailey Rae terdengar lamat-lamat, mungkin sedang diputar di dalam sana. Ini pertama kalinya gue datang ke tempat ini---kalau bukan demi menyenangkan May, gue pasti tidak akan sabar berkendara pagi-pagi buta sampai hampir tiga jam penuh cuma demi mendatangi sebuah tempat makan.

Gue yakin ini juga pertama kalinya buat May. Tapi dia kelihatan segera akrab dengan tempat ini. Matanya langsung tersenyum begitu gue memarkir mobil di halaman depan. Dia melepas sabuk pengaman, turun mendahului, mengingatkan gue dengan betapa dia memang tidak pernah suka buat dibukakan pintu mobil.

"Unik kan, Di?" tanyanya, retoris saja. Dia kemudian mengekor mengikuti langkah gue menuju tempat yang menyambut kami dengan tulisan "Heaven" di pintu masuk. Tulisan itu diukir di atas dua batu besar berwarna putih yang berdiri berdampingan, tegak dan kokoh.

Untuk ukuran sebuah tempat makan, "Heaven" tergolong tidak biasa. Letaknya hampir tidak bisa dijelaskan, rasanya seperti memang sengaja bersembunyi dari bising dan keramaian di sekitar. 

Di sekelilingnya, pohon-pohon tinggi menjulang, tapi ada juga beberapa yang tampak baru ditanam. Dari halaman depan, pengunjung masih perlu berjalan cukup jauh untuk memasuki bangunan tempat makan yang bentuknya menyerupai kastel kecil itu. Yang arsitekturnya jauh berbeda dengan kebanyakan bangunan di negeri ini.

Begitu memasuki ruangan, ada dua orang yang menyambut ramah di depan pintu berukir. Tiga atau lima langkah dari pintu itu, tatanan meja kursi yang khas segera bergantian menyambut; semuanya ditata rapi membentuk pola melingkar. Di tengah ruangan, ada bagian cukup luas yang sepertinya sengaja dikosongkan entah untuk apa.

...

May menepuk pundak gue, menunjuk ke arah salah satu meja makan di ujung ruangan. Kalau gue perhatikan, ke mana pun kami pergi, dia memang selalu memilih tempat paling ujung. Tepat di belakang tempat duduk yang dia tunjuk, sebuah lukisan bergaya klasik menggantung menghiasi. May berjalan ke arah tempat duduk itu, gue mengikuti.

"Mau makan apa?" gue bertanya. Dia tersenyum lebar, menunjuk salah satu menu dalam daftar yang sedang dia buka. Seperti yang sudah gue duga, semua hal tentang tempat ini cocok dengan dia.

Pukul 09.34

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline