Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Lestari

TERVERIFIKASI

www.iluvtari.com

Kurangi Sampah Plastik dan Syahwat Belanja

Diperbarui: 23 November 2019   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antre melewati galian tanah

Sekarang sedang semangat-semangatnya belanja di warung tetangga. Sayangnya, tetangga tidak menjual kopi yang belakangan jadi favoritku. Alhasil harus ke swalayan juga. Sambil berangkat jemput bocah di sekolah, aku berencana mampir ke salah satu swalayan yang dilewati nantinya. 

Dalam perjalanan, aku mengingat-ingat barang apa saja yang sekalian harus dibeli. Minyak goreng, pewangi pakaian, kopi, sampo .... Hm, nanti kalau ada keripik kentang diskonan, ambil juga ah! Pikirku.

Setelah parkir, masuk swalayan, dan berdiri di depan rak belanja, baru aku ingat. Kantong belanjanya lupa dibawa!

Pemerintah Kota, lewat Peraturan Wali Kota Nomor 61 tahun 2018 tentang pembatasan penggunaan kantong plastik, mengeluarkan larangan penggunaan kantong plastik/kresek di pusat perbelanjaan. Jadi konsumen harus membawa kantong belanjanya sendiri untuk barang-barang yang ia beli.

Aku sih menyambut baik kebijakan ini, sampai kemudian pada tayangan di salah satu video BBC, diceritakan, bahwa pembuatan kantong plastik pada awalnya justru untuk menyelamatkan lingkungan!

Adalah Sten Gustaf Thulin, ilmuwan asal Swedia yang mulai membuat kantong plastik pada tahun 1959. Dulu, untuk wadah belanjaan, orang terbiasa menggunakan kantong yang terbuat dari kertas. Sedangkan kertas dibuat dari kayu, yang artinya membutuhkan banyak pohon dan air untuk memproduksinya.

Maka dibuatlah kantong plastik sebagai alternatif. Sebab selain awet (dengan asumsi dipakai berulang kali), biaya produksinya juga lebih murah dan ramah lingkungan daripada kantong kertas dan kantong yang terbuat dari kain.

Analisisku, kasus kantong plastik ini pada dasarnya sama dengan kebijakan atau ide manusia lainnya yang pernah ada. Niatnya baik, pada praktiknya justru berbalik.

Bahkan aku pernah melewati galian tanah perbaikan jembatan, alangkah mengerikannya ketika kulihat dari dekat, galian itu isinya melulu plastik!

Zoom, lebih dekat

Kutaksir usia plastik ini lebih tua dariku, sebab ia dikeruk dengan eskavator dari tanah yang dalam

Sepertinya bukan hanya kebijakan yang kita butuhkan, tapi juga edukasi kepada masyarakat, seluas-luasnya tentang dampak lingkungan yang terjadi akibat aktivitas kita sehari-hari.

Kembali ke rak belanja. Karena kantong belanjaku ketinggalan, alhasil aku harus memilih barang yang paling dibutuhkan untuk dibeli. Tidak mungkin terangkut semua jika yang direncanakan nekat kubawa ke kasir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline