Lihat ke Halaman Asli

Stevan Manihuruk

TERVERIFIKASI

ASN

Menyoal (Janji) Kenaikan Penghasilan ASN

Diperbarui: 18 Januari 2019   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaksanaan debat pertama Capres & Cawapres Pemilu 2019 (Foto: Antara Foto/Sigid Kurniawan)

Debat pertama Pilpres 2019 dengan tema penegakan hukum, HAM, korupsi dan terorisme sudah usai. Ragam persepsi dan penilaian terkait penampilan dua pasang kandidat terus bermunculan. Saling sindir, saling ejek dan silang pendapat antar pendukung khususnya di media sosial benar-benar tak terhindarkan.

Terlepas dari banyaknya pendapat yang menyatakan acara debat berlangsung monoton dan tidak menarik, tentu kita tetap bisa mencatat beberapa isu atau pernyataan yang disampaikan para kandidat.

Sebagai seorang ASN, tentu saya cukup tertarik pada bagian pernyataan/janji kandidat penantang yang ingin menaikkan gaji ASN sebagai bagian dari strategi pemberantasan korupsi.

Ya, rendahnya penghasilan yang diterima ASN dituding sebagai penyebab terjadinya korupsi yang melibatkan aparat birokrasi. Sederhananya, ASN yang terlibat korupsi dinilai terpaksa melakukannya demi memenuhi kebutuhan hidup (by need) yang tidak tercukupi dengan pendapatan bersih yang rutin diterimanya.

Pemahaman ini tentu ada benarnya. Saat belajar tentang sistem ekonomi dan birokrasi di bangku kuliah, saya pernah mendengar konsep "carrot and stick". Dalam pengertian sederhana, setiap pegawai harus dipenuhi kesejahteraannya (carrot) terlebih dulu. Namun, bila ternyata masih korupsi, maka harus diberikan "pentung" hukuman (stick).

Tak usah munafik, siapapun pasti senang bila dijanjikan kenaikan penghasilan. Siapa yang tak mau mendapat kenaikan jumlah penghasilan? Siapa pula yang tak mau hidup lebih sejahtera dan layak?

Namun permasalahannya, berapakah nominal penghasilan yang bisa dianggap layak? Sementara petahana sudah menjelaskan bahwa selain menerima gaji, ASN saat ini juga memperoleh penghasilan lain berupa tunjangan kinerja (tunkin) yang rutin dibayarkan tiap bulan. Nominalnya hampir setara gaji bulanan yang biasa diterima pegawai.

Persoalan berikutnya, tidak ada jaminan bahwa kenaikan penghasilan pegawai otomatis mencegah niat korupsi. Alasan seseorang terlibat korupsi tak semata-mata karena kebutuhan (by need), namun bisa jadi karena kerakusan (by greed). Bila dasar mentalnya sudah korup maka penghasilan berapapun takkan mampu meredam niatnya untuk korupsi.

Saya melihat, janji kenaikan gaji ASN memang sudah seperti menjadi agenda politik yang gemar diucapkan para kandidat yang ingin mencari simpati. Ceruk suara ASN (dan keluarganya) yang jumlahnya mencapai jutaan memang sangat menarik untuk digarap para kandidat demi memenangkan kontestasi politik.

Ada kalanya para kandidat seolah mengabaikan fakta sorotan publik terhadap banyak aparat birokrasi yang dianggap masih bekerja asal-asalan, kurang melayani, tidak produktif, namun tetap digaji secara rutin hanya berdasarkan masa kerja.  

Fakta lainnya, banyak ahli berpendapat bahwa postur anggaran negara kita dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya sehat karena masih dominan digunakan untuk membiayai belanja rutin pemerintah (termasuk membayar gaji ASN) dibandingkan belanja modal dan belanja produktif lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline