Lihat ke Halaman Asli

M.Dahlan Abubakar

Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin

Ramang Berlatih, Manfaat Karet Bank Sepeda (10)

Diperbarui: 11 April 2021   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramang (kopiah, kiri) di tengah keluarga pada usia tua. / dokpri

Pada tahun 1957, setelah PSM pertama kali meraih juara PSSI Perserikatan setelah mengalahkan PSMS Medan dalam pertandingan final di Padang, keluarga Ramang pindah ke Jl. Elang (kini Jl. Andi Mappanyukki). Di situlah Ramang tinggal di rumah setengah batu hingga akhir hayatnya 26 September 1987. Sebelumnya, Ramang tinggal di sekitar Pasar Kalimbu, di Jl. G.Bawakaraeng, tepatnya di belakang Kantor Bank Tabungan Pegawai Negeri (BTPN).

Perpindahan Ramang ke Jl. Elang, bertepatan dengan rampungnya pembangunan Stadion Mattoanging yang dipersiapkan sebagai lokasi pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) IV tahun 1957. 

Stadion ini dibangun ketika mendiang Mayjen TNI (Purn.) Andi Mattalatta menjabat Panglima Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMSST) yang pertama di Indonesia 1 Juni 1957 berdasarkan Keputusan KPTS 246/5/1957 tertanggal 26 Mei 1967. Saat Andi Mattalatta berpangkat letnan kolonel. Kodam XIV Hasanuddin kemudian berubah menjadi Kodam VII Wirabuana, lalu kembali lagi ke Kodam XIV Hasanuddin seperti sekarang. 

"Bapak akan terus berlatih hingga capek. Yang dia latih adalah kakinya," kata Anwar.

Caranya, untuk memperkuat otot paha dan tendangannya, Ramang berlatih dengan alat bantu yang unik. Di halaman rumah, dia tancapkan satu potong bambu dan salah satu ujung karet ban dalam sepeda diikat di bambu itu.  Pada ujung karet ban dalam yang lainnya diikat dan dililitkan pada betisnya. Setelah itu, dia mulai menarik-narik kakinya yang tentu saja lentur dan elastis karena terikat oleh karet ban dalam sepeda. Ini gunanya untuk memperkuat dan menambah daya tembaknya ketika menendang bola.

Ketika menarik-narik kakinya itu, Ramang berdiri tanpa berpegang sama sekali mengandalkan salah satu kakinya. Dia menarik karet itu mengandalkan kekuatan kakinya hingga ban dalam sepeda itu bertambah panjang hingga mencapai 30 cm.

Dia pun berganti kaki yang lain lagi. Gerakan dan porsinya sama. Anwar hanya mendengar bunyi :krek..krek..krek", jika ayahnya sedang berlatih yang tak lazim ini. Tidak heran kedua kaki Ramang, sama-sama kuat daya tembaknya. Namun menurut Yopie Lumoindong pemain PSM yang pernah dilatih Ramang, kaki kananlah yang sangat dominan dan "maut" bagi gawang lawan. 

Anwar Ramang mengisahkan, begitulah cara ayahnya usai berlatih atau bermain di lapangan Karebosi, menambah porsi latihan kekuatan kakinya di rumah.  Anwar sendiri tidak pernah meniru cara latihan yang dipraktikkan ayahnya. Terkadang selagi tidur, ayahnya mengangkat kakinya tinggi-tinggi dan berlatih  menendang-nendang kaki kiri dan kanannya seolah ada bola. Itu dia lakukan hingga capek.

Cara berlatih Ramang inilah kemudian yang membuatnya tanpa ancang-ancang sama sekali saat mengesekusi bola mati di depan gawang, tendangan penalti. Ini yang membuat penjaga gawang bingung karena tidak dapat membaca ke arah mana Ramang akan mengirim si kulit bundar ke jala lawannya. 

Bahkan yang paling membingungkan penjaga gawang adalah ketika menghadapi tendangan seperti ini, punggung Ramang justru  menghadap ke kiper. Aneh bin ajaib. Namun begitu dia mendengar pluit, dia memutar badannya dan langsung "menggebuk" si kulit bundar yang terbang bagaikan peluru ke jala lawan. 

Kemampuan inilah yang kita tidak temukan pada pemain sekarang ini. Pemain yang bertindak sebagai algojo tendangan penalti, mengambil ancang-ancang beberapa meter sebelum melepaskan tendangan. Cara seperti ini memberi kesempatan penjaga gawang mengantisipasi dan 'membaca" ke arah mana kaki eksekutor akan mengirim bola ke jala lawannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline