Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

RUU KIA: Cuti 40 Hari untuk Suami, 6 Bulan untuk Istri yang Melahirkan, Membahagiakan Sekaligus Ancaman

Diperbarui: 23 Juni 2022   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com   Ilustrasi (THINKSTOCKPHOTOS)

Sudah lama saya mendambakan adanya perubahan Undang Undang No.13 tahun 2003 masa cuti perempuan tiga bulan dengan gaji penuh berubah menjadi   cuti perempuan melahirkan 6 bulan dan cuti 40 hari untuk suami.

Wacana RUUKesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)  untuk merubah cuti perempuan 6 bulan dan cuti 40 untuk suami pasti ada latar belakangnya.

Para anggota DPR pasti punya landasan hukum untuk perubahan di atas.  Mereka melandaskan kepada Pasal 28 UUD NRI 45 dimana negara menjamin HAM setiap orang untuk mempertahankan hidup, termasuk hidup ibu dan anak. 

Dalam hal ini ada pengkajian dari para anggota DPR tentang adanya indikator kesejahteraan ibu sangat lemah, angka kematian ibu menurut Data Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran.   Cukup tinggi bukan?  Bahkan disebutkan tertinggi di Asean.

Jelas bahwa kesejahteraan ibu dan anak yang baru dilahirkan itu harus diterapkan dengan memberikan perlindungan hukum.

Dwi fungsi sebagai Ibu pekerja dan ibu rumah tangga

Di era modern ini,  menjadi perempuan itu bukan sekedar untuk berumah tangga saja, tetapi juga mengaktualisasikan diri dalam pekerjaan.   Saat belum berumah tangga saya telah bekerja cukup lama di perusahaan terakhir.

Lalu, saya berumah tangga dan hamil di usia yang cukup tua, 35 tahun untuk kehamilan pertama.   Awalnya tidak pernah khawatir untuk kehamilan karena tidak ada tanda-tanda atau gejala yang aneh.  Tetapi di usia kehamilan masuk 16 minggu,  dokter genolog memeriksa mengatakan adanya myoma (daging tumbuh) yang menghalangi jalannya proses kelahiran.  Jika nanti saat melahirkan posisi mymo tetap menghalangi, tidak ada jalan lain selain harus operasi  ceasar.

Sejak saat itu saya takutnya luar biasa.  Apalagi saya tak punya support system terdekat di Jakarta. Ibu saya sudah sepuh tinggal di luar kota, sementara ibu mertua  juga sudah meninggal.  Rasanya was-was terus selama kehamilan.   Hal ini sangat mempengaruhi kinerja saya. Pekerjaan agak terpengaruh karena psikis dan fisik saling berkaitan.

Beruntung saat jelang kelahiran, myoma sudah mengecil sehingga saya bisa melahirkan normal.  Tetapi saya sendiri merasakan luar biasa lama sakitnya pembukaan hampir 24 jam .  

Setelah melahirkan saya harus mengurus bayi dan keperluaannya  tanpa bantuan siapa-siapa karena suami tetap bekerja.  Sentuhan suami kepada anak bayinya sangat terbatas , malam hari yang dibutuhkan untuk bisa membantu, tidak bisa dilakukan karena besok dia harus kerja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline