Lihat ke Halaman Asli

Nol Kilometer Utara Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13885070922133490270

Bulan februari 2013, Saya membaranikan diri untuk berpartisipasi di sebuah kegiatan yang diadakan oleh Kemenkokesra, bekerjasama dengan Kopassus. Kegiatan ini merupakan kegiatan penelitian eksplorasi sumber daya alam skala nasional yang mulai diadakan tiga tahun terakhir. Setelah eksplorasi sumber daya alam di sumatera dan kalimantan, tahun ini giliran sulawesi.

Sebelum diberangkatkan untuk penelitian di sulawesi, kami dibina dan dibekali di Situlembang. Di sana, kami ditempa fisiknya, dibekali ilmu dan obat-obatan. Obat yang paling banyak diberikan pada kami adalah supelemen dan minuman penambah stamina, seperti Kratingdaeng, dll.

Perjalanan penelitian ini akan dilakukan selama kurang lebih 4,5 bulan. Kami wajib menetap di daerah tugas. Kebetulan saya ditugaskan di Sangihe dan Talaud, salah satu daerah di sulawesi utara. Di daerah ini kami dipecah lagi menjadi beberapa tim berdasarkan fokus penelitian masing-masing.

Selama penelitian, banyak sekali tempat yang kami datangi, banyak menatap wajah baru, dan sulit mengingat nama setiap orang yang kami temui. Setiap tempat menorehkan cerita tersendiri atas perjalanan yang kami lakukan.

5 Juni 2013

Pukul 06.01 WITA, saya masih ingat betul waktu ketika kapal perintis yang kami tumpangi berlabuh di pulau Miangas. Kami semua mersa sangat fresh bekat minuman penambah stamina yang kami minum tadi malam, Kratingdaeng. Ya Tuhan, kami sampai di Miangas. Saya menginjakan kaki di Pulau Miangas. Menyaksikan matahari pagi dari Miangas. Ibarat ke Jakarta, belum afdol jika belum mengunjungi monas. Maka ke Talaud belum afdol jika belum terdampar di pulau Miangas.

SELAMAT PAGI INDONESIA ! ! ! !” Saya berteriak menyapa Indonesia dari ujung utara negeri ini, pulau Miangas. Tak peduli banyak mata yang menatap saya aneh. Rasa syukur yang terkira karena perjalanan ini, akhirnya membawa kami sampai di pulau Miangas. masih tidak percaya patung Santiago berdiri tegak di hadapan kami.

[caption id="attachment_287383" align="aligncenter" width="504" caption="miangas, 0 km Utara Indonesia "][/caption]

“Naeeee, kita ada di pulau Miangas, ini Mangas Naee.” Ozi mengguncang-guncang bahuku.

“Selama ini, kita hanya bisa lihat pulau ini di google maps dan sekarang, aaaahhh Naeee,,,” Ozi melanjutkan ekspresi takjubnya, badan kecil saya masih tetap diguncang-guncang olehnya.

Ka ir, ka Fitri, ka Imam, dan Anto juga tak kalah girang. Kami saling berpelukan karena menyadari perjuangan hebat yang kami lalui hingga sampai di ujung utara negeri ini.

Miangas merupakan salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan kepulauan nanusa. Dan merupakan pulau terluar di sebelah utara Indonesia, berbatasan langsung dengan Filipina. Jarak yang ditempuh dari pulau Miangas ke Filipina (Davao, pulau Mindanao) hanya 48 mil, bandingkan dengan ke Manado (Ibu Kota Sulawesi Utara) yang berjarak 320 mil. Atau ke Melonguane (Ibu Kota Kabupaten Talaud) kurang lebih 110 mil. Pulau dengan penduduk yang tak sampai seribu jiwa ini, mereka mahir berbahasa Tagalog.

Yang paling khas dari Pulau Miangas adalah tanju mora. Tanju mora merupakan pulau karang kecil yang terpisah beberapa meter dari pulau Miangas. Di sinilah titik 0 km utara Indonesia.

[caption id="attachment_287384" align="aligncenter" width="300" caption="Tanju Mora, titik nol kilometer Utara Indonesia "]

13885072032070462663

[/caption]

Entah kenapa, saya merasa sangat bangga berdiri di atas pulau Miangas. Menyaksikan merah putih yang masih berkibar di ujung negeri ini. Terharu. Masyarakat di pulau kecil ini bisa saja mereka menjadi warga Negara Filipina. Didasarkan pada letak geografis yang lebih dekat dengan Filipina. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan penunjang kehidupan lainnya sangat sulit. Namun nasionalisme itu masih ada hingga saat ini. Mereka bilang, “perut kami memang Filipina, tapi semangat kami hanya untuk merah putih, Indonesia.” Sedih mendengar pernyataan tersebut.

Tiba-tiba rasa nasionalisme seperti dicharge full untuk sepenuhnya mencintai negeri ini. Untuk berbuat dan berbagi banyak hal pada mereka yang tinggal di pelosok Indonesia. Faktanya, mencintai negeri ini tak cukup dengan sebuah obrolan basi di masa lalu. Butuh bukti dan sebuah aksi nyata untuk menyaksikan senyum merah putih di seluruh pelosok tanah air. Saya selalu suka tabir-tabir alam yang tak pernah membohongi asal-usulnya di permukaan bumi. Dan selalu suka masyarakat pelosok seperti mereka, jujur dan lugu.

[caption id="attachment_287387" align="aligncenter" width="300" caption="Masyarakat pulau Miangas yang sedang menunggu kapal bersandar di pelabuhan"]

13885074071232472702

[/caption]

Menurut saya, ini adalah pengalaman terbaik saya selama saya hidup hingga mencapai usia ke-21 di tahun 2013. Karena tahun ini telah membawa saya hingga dapat menyaksikan kehidupan Indonesia dari sudut utaranya. Rasa bangga, miris, sedih, dan nasioanalis, semua bercampur jadi satu ketika menyaksikan kehidupan di pulau kecil itu.

[caption id="attachment_287385" align="aligncenter" width="300" caption="rasa senang yang luar biasa, ketika saya akhirnya bisa berdiri di bawah tulisan tersebut, "]

1388507285899431937

[/caption] [caption id="attachment_287388" align="aligncenter" width="300" caption="inilah sahabat-sahabat saya, para peneliti geologi dan kehutanan "]

13885074651037487860

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline