Lihat ke Halaman Asli

Akhlis Purnomo

TERVERIFIKASI

Copywriter, editor, guru yoga

Akibat Memanjakan Lidah Anak dengan Makanan "Sampah"

Diperbarui: 19 Februari 2021   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cermatlah memilih makanan untuk disajikan bagi anak-anak karena menentukan kesehatan mereka sampai tua nanti. (Foto: foodtiribe.com)

PERNAH saya dikatakan terlalu sehat oleh seorang teman hanya karena makan beras merah di usia yang masih 20-an. "Kalau makan gitu gituan mending nanti sudah tua lah. Kalau masih muda, ngapain? Nikmati makan apa aja," begitu katanya pada saya.

Perkataannya itu terngiang-ngiang sampai sekarang karena memang mencerminkan pola pikir kebanyakan orang di Indonesia. Makanan sehat dan pola hidup sehat itu belum perlulah diterapkan bagi kalangan muda apalagi anak-anak. Mereka itu masih sehat dan kuat. Nikmati hidup dulu dengan pola hidup sehat dan makan seenaknya. Nanti baru kalau sudah ada diagnosis penyakit, barulah mengubah pola hidup dan asupan makanan agar benar-benar sehat. Sayangnya, saat diagnosis itu diketahui, saatnya sudah terlambat. Kerusakan yang terjadi sudah terlalu masif sehingga pemulihan seperti sediakala susah. Kalau tidak bisa dikatakan musykil.

Nah, saya hari ini ingin membagikan kesadaran bahwa penerapan pola makan dan pola hidup sehat itu TIDAK PERNAH TERLALU DINI

Jangan hanya karena merasa kita masih remaja atau muda, kesehatan semestinya masih prima jadi kewajiban untuk menerapkan pola hidup dan pola makan sehat bisa ditunda hingga nanti sudah beranjak paruh baya.

Bahkan tidak hanya dari remaja, sedari bayi pun seharusnya seorang anak sudah diperkenalkan pada pola makan sehat. Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Journal of Experimental Biology menemukan bahwa saat seorang bayi atau anak mengonsumsi terlalu banyak gula dan lemak, mikrobioma atau bakteri di usus dan badan secara umum akan susah diubah seumur hidup. Dengan kata lain, jika dari anak-anak makanan sudah tidak sehat, nantinya jika sudah dewasa mau makan sesehat apapun, efek positifnya tidak begitu optimal lagi. Intinya sudah terlambat!

Penelitian oleh periset di UC Riverside tersebut meneliti tikus-tikus lab. Sebagian diberi makanan yang tak sehat (tinggi lemak dan gula) dan yang lainnya diberi makanan yang lebih seimbang nutrisinya. 

Mikrobioma yang dimaksud di sini ialah kumpulan fungi (jamur), parasit, dan virus yang hidup di dalam tubuh manusia atau hewan. Kebanyakan mikrobioma ini ditemukan dalam usus dan mayoritas berguna bagi kesehatan karena merangsang sistem kekebalan tubuh, memecah nutrisi dari makanan agar bisa diserap tubuh dan membantu sitensis vitamin-vitamin kunci bagi tubuh.

Kesehatan raga yang baik turut ditentukan oleh keseimbangan mikrobioma dalam tubuh, yakni keseimbangan antara organisme yang bermanfaat dan merugikan (patogen). Saat keseimbangan terganggu, biasanya seseorang akan mengalami gangguan kesehatan. Pemicu hilangnya keseimbangan ini ialah penggunaan antibiotik, sakit, asupan yang tak sehat. Akhirnya tubuh pun rapuh terhadap serangan penyakit.

Temuan yang menarik ialah saat kita makan terlalu banyak makanan yang tinggi gula dan garam, jumlah bakteri bermanfaat dalam usus menurun tajam. Bakteri ini misalnya ialah Muribaculum intestinale yang berkaitan erat dengan metabolisme karbohidrat.

Dan yang tak kalah mencengangkan ialah adanya kaitan antara olahraga dan mikrobioma. Jumlah mikrobioma ternyata peka terhadap seberapa banyak atau sedikit kita berolahraga. Bakteri bermanfaat naik saat kita banyak bergerak, tidak cuma 'mager' di kasur. Bakteri bermanfaat ini menurun jumlahnya pada tikus yang makan makanan 'sampah' tak peduli mereka berolahraga banyak atau tidak. Nah, jadi benar adanya bahwa asupan sehat dan olahraga sama-sama saling melengkapi. Tak bisa dipisahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline