Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

pegiat literasi

Ketika Kampanye Blusukan Presiden Ditiru, Jadi Tak Seru

Diperbarui: 18 Juli 2023   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden mengunjungi pedagang di pasar-sumber gambar-kompas.com

Sewaktu Jokowi datang sebagai sosok yang merepresentasikan wong cilik, dengan baju putih lengan panjang yang dilipat, suka musik rock, dan kebiasaan menyambangi pasar Solo sewaktu masih jadi walikota kemudian menjadi banchmark, trademark, cap, merek sosok pejabat yang baik harus go publik dengan blusukan.

Tapi itu dulu ketika medsos masih kalah gencar dari sekarang. Dan jika masih ada pejabat yang ikut-ikutan Jokowi masuk ke dalam got untuk sekedar "mengintip" tumpukan sampah, terlepas dulunya ada niat untuk pencitraan, tapi kini cara-cara itu sudah makin ketinggalan jaman.

jokowi mengunjungi para penarik becak memberi bantuan sumber gambar suara.com

Jika dulu orang rekaman butuh studio, kini dengan Artificial Intelengence bahkan suara Presiden Jokowi bisa ditiru. Maka di laman YouTube muncul coveran lagu dengan Jokowi sebagai artisnya. Bagi awam mungkin akan kaget, sejak kapan Presiden bisa dan sempat nyanyi, apalagi kompilasi lagunya di buat satu album.

Jika sedang viral lagu Makeba, maka segera akan keluar Makeba versi Jokowi. Intinya teknologi bisa memainkan semua kebutuhan seorang publik figur untuk tampil di muka umum tanpa perlu repot-repot lagi.

Jika di era Sergio Zyman beriklan bahkan harus sangat manual, termasuk membawa papan reklame di jalanan.

buku mouth of marketing- sumber gambar-marketing capuccino

Ketika banyak orang di era kekinian mencoba-coba lagi meniru Jokowi dengan blusukan rasanya jadi sangat dibuat-buat. Ketika ada fenomena "copycate" blusukan, maka yang dibahas di medsos justru latar belakang bagaimana prosesi blusukan para pejabat itu dibuat.

Maka akan terlihat bahwa ternyata si publik figur tidak sendirian di lokasi dan tidak spontan bertemu masyarakat. Sebelumnya bahkan ada sesi persiapan lokasi, setting adegan, pemain figuran dan tentu saja pejabat asli.

Hasilnya kemudian di edit dan muncullah seorang pejabat yang sedang beraksi "sendirian" di tempat kumuh dan bertemu "spontan" dengan masyarkat pinggiran alias daerah urban.

Begitu juga dalam format yang lain yang berusaha tampil beda. Termasuk penggunaan pakaian sebagai simbolisasi "kelas". Seperti ketika Jokowi memakai baju putih, atau baju kotak-kotak yang populer di pakai semua orang, padahal sama sekali motifnya tak menarik. Tapi karena outfitnya di pakai calon presiden ketika itu jadi viral.

matinya marketing-sumber gambar-tokopedia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline