Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

pegiat literasi

Perempuan Pekerja, Mengganti Urusan Domestik Dengan Incomenya

Diperbarui: 26 Desember 2021   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

haibunda.com

Pemaknaan perempuan pekerja sebenarnya tidak dimaksudkan menghilangkan atau menomorduakan kodratnya sebagai ibu. Hanya saja perannya yang bertambah tak lagi spesifik sebagai penguasa domestik. Justru sebenarnya pilihan-pilihan itu menambah beban konsekuensinya. Ia kini bekerja lebih kompleks, sebagai penguasa domestik, dapur, sumur,kasur dan tanggung jawab pekerjaan.

Bukankah itu sebuah konsekuensi yang tidak sederhana, meskipun sebagai kompensasinya ia menerima imbalan. Lantas imbalan itu ia kembalikan untuk mengganti semua pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kodratinya yaitu-rumah tangganya.

Dijaman ketika rumah menjadi ruang transit, ruang pertemuan berganti loby hotel,  ruang rapat, ruang kafe, dan restoran. Ruang tidur berganti kabin pesawat, kendaran antar kota,  dan hotel-hotel. Rumah menjadi sesuatu yang artifisial. Begitu juga dengan berubahnya peran perempuan ketika kemudian menyandang perempuan pekerja.

Pekerjaannya justru bertambah kompleks, dengan peran itu tangan perempuan layaknya gurita, harus bisa menangani banyak persoalan rumah, dan pekerjaan sekaligus. Sementara laki-laki pekerja  "terkurung" dalam pengertian sederhana, pencari nafkah, dan perempuan adalah supporting sistem baginya.

Permisifme, toleransi bukan barang baru, ketika para ibu memiliki fungsi ganda, maka pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT), yang dulu melambangkan kesejatian perempuan kini berubah makna.

tagar.id

Perempuan Itu di Rumah Saja

Dulu ibuku pernah bilang, perempuan, "sebaiknya" menjaga rumah, karena itu kodratinya seorang perempuan. Saya tak menampik pernyataan itu, karena ibuku memang ibu rumahan alias ibu rumah tangga, meskipun sempat bersekolah, bekerja menjadi guru tidak tetap.

Bahkan pilihan menjadi guru sebagai cita-citanya saja diputuskan atas sebuah dasar pertimbangan yang cukup idealis-karena profesi guru, memungkinkannya tidak bekerja penuh di luar rumah dan ia masih bisa mengurus rumah tangganya dengan sepenuh hati. Bahkan seorang ibu tidak egois, dengan dirinya sendiri, dengan cita-citanya, dengan harapan masa depannya.

Lantas dengan begitu banyak pekerjaan yang tidak pernah habisnya di rumah, masih saja dianggap statusnya sebagai seorang IRT itu tidak punya pekerjaan. 

Tentu kita ingat, jika ditanyakan status pekerjaan ibu ketika membuat KTP, jika ibu tidak bekerja, apakah kantoran, ASN, profesi (dokter, akuntan, pengacara, arsitek), maka otomatis statusnya adalah IRT.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline