Lihat ke Halaman Asli

Wuri Handoko

TERVERIFIKASI

Peneliti dan Penikmat Kopi

Konflik Wadas dan Perencanaan Partisipatif Masyarakat

Diperbarui: 17 Februari 2022   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga beraktivitas di sekitar rumahnya di Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022).(ANTARA FOTO/HENDRA NURDIYANSYAH) 

Konflik Wadas yang viral belakangan ini, seperti menghadap dua pihak yang bersebarangan. Pemerintah dan pengembang di satu sisi dan masyarakat pemilik lahan di sisi yang lain. 

Problem yang terjadi, karena barangkali perencanaan pembangunan waduk wadas dan pengambilan bahan baku batuan andesit, seperti dengan pendekatan top down

Semua inisiatif dan perencanaan dilakukan sepihak oleh pemerintah dan pengembang, tanpa didahului konsultasi publik atau dialog dengan masyarakat. 

Akhirnya masyarakat memposisikan diri sebagai korban. Maka, timbullah perlawanan atas nama perjuangan terhadap kedaulatan lahan milik mereka. 

Dalam posisi ini, semestinya pemerintah dan masyarakat berdiri pada posisi yang sama. Masyarakat bukan menjadi subordinat atau obyek pembangunanisme. Argumen pembangunan strategis nasional, tanpa memosisikan rakyat sebagai subyek pembangunan yang berdiri pada level yang sama, bagi masyarakat dianggap melukai hak kedaulatan rakyat atas tanah ulayatnya. 

Sebagai orang yang dilahirkan oleh rahim Purworejo. Ibu dan ayah saya asli Purworejo, saya memahami bahwa pada dasarnya masyarakat pedesaan di Purworejo yang lugu dan patuh, menurut kacamata saya, adalah masyarakat yang nrimo dan bersahaja. Namun jika berhadapan soal hak kedaulatan, saya pikir setiap orang akan memperjuangkan hak kedaulatannya. 

Ganjar Pranowo sendiri adalah putra Purworejo, saya kira beliau memahami benar suasana batin orang Purworejo. Meski saya tidak dibesarkan di Purworejo, namun sepanjang sepengetahuan saya, orang Purworejo sangat taat dan patuh terhadap filosofi mengabdi pada bangsa dam negara. 

Relasi antara kawulo alit dan pemerintah (priyayi, elit) selalu terjaga dalam harmoni sesuai proporsi dan fungsi yang saling mengisi. Relasi antara alit dan elit, sesungguhnya bukanlah dikotomi, namun dipahami benar sebagai relasi antara abdi dan pemerintah, dalam relasi sosial budaya. 

Masyarakat hanya ingin diajak berdialog, didengarkan suaranya, ada empati untuk terlibat dalam pembangunan, apalagi pembangunan di wilayah tanah kelahirannya. 

Dalam hal ini, pemerintah semestinya lebih bijak dan berempati soal perencanaan pembangunan yang bersifat bottom up. Tidak selalu dengan pendekatan top down, yang sebenarnya sudah usang dan tak relevan di perkembangan zaman seperti sekarang ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline