Lihat ke Halaman Asli

Wira D. Purwalodra (Second)

Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Putuskan, dan Jalani Peristiwanya

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417536447182608589

Oleh. Purwalodra

[caption id="attachment_380067" align="alignright" width="300" caption="Foto koleksi pribadi"][/caption]

Mungkin, aku adalah orang yang begitu sensitif dan sering galau menghadapi berbagai hal di dunia ini. Tindakanku sering dikatakan salah, bahkan sering dianggap menganggu pribadi oang lain. Keputusan-keputusanku sering hanya berakhir dibibir dan fikiran saja, tidak muncul dalam realitas sehari-hari. Namun, kadang aku menyadari ada sesuatu yang menjadi tembok antara apa yang kuputuskan dengan apa yang kuyakini. Sehingga keputusan-keputusan itu hanya bisa hidup di dalam fikiranku sendiri, tanpa ada tindakan yang menghasilkan peristiwa-peristiwa hidup yang menurutku baik.

Beberapa bulan ini, hampir setiap saat, aku dipaksa oleh situasi untuk membuat keputusan, mulai dari keputusan kecil tentang apa yang aku makan untuk sarapan, atau keputusan besar, seperti apakah aku ingin beristri lagi, atau tidak. Di dalam setiap keputusanku, selalu ada pertimbangan-pertimbangan yang perlu kuperhatikan. Setidaknya, pertimbangan tersebut mencakup dua hal, yakni keadaan nyata yang ada, atau orang menyebutnya sebagai "data", dan prinsip hidup seseorang, yakni nilai-nilai hidup yang kuyakini sebagai manusia. Dengan dua alat ini, setiap saat, hampir setiap detik, aku membuat keputusan di dalam kepalaku.

Melalui data, kita akan banyak memperoleh informasi tentang keadaan dan peristiwa di dunia, mulai dari kenaikan harga BBM, sampai dengan multiplier effect yang ditimbulkannya.  Dengan data, kita bisa banyak belajar dari pengalaman orang lain, supaya kita bisa membuat keputusan yang tepat. Namun, data sama sekali tidak cukup untuk membuat keputusan. Sebaliknya, data bisa menipu kita, sehingga kita membuat keputusan yang salah, yang akhirnya tidak hanya merugikan kita, tetapi juga merugikan orang lain.

Kita sering ditipu oleh konsultan atau peneliti yang berpegang hanya pada data-data saja, jika data tersebut tidak kita yakini sebagai suatu kebenaran, maka data hanya sebatas angka-angka tak bermakna. Inilah kecenderungan umum manusia pada umumnya, yakni membuat keputusan berdasarkan situasi, berdasarkan data. Keputusan yang diambil biasanya mengambil data jangka pendek, maka tujuannya pun untuk memperoleh keuntungan atau keberhasilan dalam jangka pendek pula. Ini juga yang menjadi hal terpenting di dalam metode penelitian ilmiah ilmu pengetahuan modern. Dengan cara berpikir ini, ilmu pengetahuan modern lalu menghasilkan penemuan-penemuan yang mengubah dunia (Apakah jadi lebih baik?).

Hal lain yang mesti diperhatikan, ketika kita akan membuat keputusan adalah nilai-nilai yang membimbing hidup kita. Kita juga bisa menyebutnya sebagai prinsip. Dengan prinsip, orang tidak lagi tergantung pada data, tetapi pada nilai-nilai hidup yang diyakininya. Nilai-nilai itu lahir dari pemikiran, refleksi pribadi, dan tradisi yang membentuk hidup kita sebagai manusia.

Ketika membuat keputusan sehari-hari, kita seringkali menghadapi pertentangan antara kenyataan yang ada (data) dengan prinsip yang kita yakini. Lalu, kita juga terpojok dalam membuat keputusan, apakah akan mengikuti keadaan (data), atau mengikuti prinsip hidup kita, yakni nilai-nilai yang kita yakini. Sejauh ini, kita selalu cenderung mengikuti data, dan melupakan prinsip. Alasannya sederhana, dengan mengikuti data, orang lebih mungkin untuk berhasil dalam membuat keputusan, atau biasanya orang mengatakan diri kita masih rasional, alias waras.

Dalam jangka pendek, mengikuti data memang seringkali menguntungkan. Bahkan, seringkali kita berbuat curang dengan mencari pembenaran pada "data" yang kita miliki. Dalam pikiran rasional kita, jika kita tidak mengikuti keadaan, maka kita akan gagal. Ini argumen yang seringkali ditemui, "jika kita tidak korupsi di Indonesia, kita tidak akan hidup. Maka, saya akan korupsi, walaupun saya tahu persis, korupsi bertentangan dengan nilai-nilai hidup saya." Namun, dalam jangka panjang, prinsip yang dilanggar pada akhirnya juga akan hilang, dan kita bakal hidup hanya mengikuti keadaan, tanpa punya prinsip. Kita lalu tak punya arah dan nilai yang jelas, sehingga hidup kita diombang-ambingkan keadaan, tanpa identitas, dan akhirnya hancur berantakan.

Mungkin kita perlu sekali-kali menolak data dan keadaan yang ada, lalu berpaling pada prinsip hidup kita. Kita perlu membuat keputusan, tidak melulu tunduk pada keadaan, data, atau kecenderungan umum, melainkan dengan selalu berpijak pada nilai-nilai hidup yang kita yakini. Dalam jangka pendek, ini memang terlihat tidak populer. Namun, jika prinsip hidup yang kita yakini itu sungguh-sungguh esensial, maka keputusan yang diambil berdasarkan prinsip tersebut justru memperkuat identitas kita sebagai manusia. Akhirnya, saya sebenarnya mau bilang begini, "putuskan !!! dan jalani peristiwanya." Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 02 Desember 2014.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline