Tanggal 28 Desember 2022 anak saya yang bertugas sebagai dokter di Puskesmas Sewon Bantul, memberitahu bahwa pagi itu dia bersama aparat dari polsek memeriksa bayi yang dibuang di tempat sampah, dan bayi itu sudah tak bernyawa.
Berita yang dia tulis melalui grup WhatsAp keluarga itu tentu sangat mengejutkan dan sekaligus membuat kami miris. Mengapa ada orang tua yang tega membunuh anaknya dan membuang begitu saja di tempat sampah?
Peristiwa itu mengingatkan saya pada kejadian tiga puluh empat tahun yang lalu. Saat itu saya masih mempunyai satu anak yang berumur sepuluh bulan. Saya baru saja menempati rumah milik mertua, dan membutuhkan seorang asisten rumah tangga.
Seorang tetangga menawarkan anaknya untuk menjadi ART kami dengan syarat, dia mengajak anaknya yang berusia empat tahun. Saya dan suami tidak memasalahkan, karena anak saya banyak diasuh oleh nenek suami yang masih sehat. Rumah beliau dekat dengan tempat tinggal kami.
Beberapa bulan kemudian ART kami pamit keluar dengan alasan akan menikah. Dan sejak saat itu, dia tidak pernah kelihatan di kampung kami.
Beberapa hari sesudah ART saya keluar, tetangga dekat saya mengatakan sangat bersyukur ART saya keluar, karena sebenarnya beliau merasa was was dan kasihan kepada saya. Beliau menceritakan masa lalu dari ART saya, ternyata dia pernah dipenjara karena membunuh bayi yang baru dia lahirkan, dan membuangnya di tempat sampah. Sedangkan anak yang dia ajak sekarang juga hasil hubungan gelap dengan seorang lelaki tanpa ada pernikahan. Selama ikut dengan saya kata beliau, mantan ART saya juga sering berkencan dengan laki- laki yang tidak jelas. Astaghfirullah....
Apakah yang membuang bayi yang diperiksa anak saya itu perempuan seperti ART saya? Perempuan yang berpendidikan rendah, ekonomi lemah dan dari keluarga yang bubrah?
Beberapa waktu yang lalu saya dikejutkan informasi di berbagai media yang memberitakan bahwa pelaku pembuangan bayi itu adalah seorang mahasiswi berusia 23 tahun. Ditemukan dua minggu sesudah kejadian.
Sungguh sangat memprihatinkan. Seorang mahasiswi, calon pemimpin dan harapan masa depan bangsa memiliki sikap yang sangat tidak terpuji. Dia melakukan perbuatan itu disebabkan karena ketakutan pada orang tua dan malu pada teman-teman, apalagi pacarnya menghilang, membuat dia berbuat senekat itu.
Kita tidak boleh menyalahkan seratus persen pada mahasiswi itu yang saat ini mungkin kena mental. Tentu dia sangat tertekan karena perbuatan buruknya akhirnya diketahui mayarakat lewat berbagai media. Ditambah dia terkena ancaman hukuman sembilan tahun. Sementara lelaki yang menanamkan benih masih bebas, hal ini tentu tidak adil.
Sebagai seorang pendidik, saya bisa mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Kita harus melakukan cara cara sederhana memberi sosialisasi pada orang-orang terdekat untuk mencegah hal- hal semacam itu.
Yang pertama saya lakukan adalah berdiskusi dengan keluarga lewat grup WhatsAp, tentang penyebab, akibat dan bagaimana mencegah kejadian seperti itu, mengingat saya mempunyai anak laki-laki yang masih kuliah akan menginjak semester enam. Karena kesenangan sesaat, akibatnya sangat fatal, masa depan mahasiswi itu hancur, dia akan hidup di balik jeruji besi selama bertahun-tahun.