Lihat ke Halaman Asli

Widi Admojo

Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

Ekspansi Perempuan dan Penjajahan Dominasi Laki-laki

Diperbarui: 9 Maret 2020   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi penulis

Perempuan, semakin hari semakin terbela. Ya. Posisi perempuan makin hari semakin eksis. Sedangkan, patriarki semakin lama semakin terkikis. Dominasi perempuan justru semakin merebak. Berikut pula dengan kualitas perempuan pun juga semakin menaik baik grafik kualitasnya itu sendiri maupun grafik volume jumlah personanya. Banyak sudah pemimpin-pemimpin perempuan, tokoh-tokoh perempuan diberbagai bidang yang melebihi dari kemampuan laki-laki. Namun demikian, seberapa jauh ekspansi perempuan merebut dominasi laki-laki ini bisa disebut memasuki sebuah kelaziman yang lumrah ? Ataukah sebuah fenomena yang kebablasan yang menohok hak dan kewenangan laki-laki ?

Ya. Saat ini bila diukur dari beberapa masa sebelumnya. Tentu perempuan sudah cukup bernasib membaik. Dalam arti banyak regulasi-regulasi serta forum-forum, sampai pada lembaga-lembaga "N G O"  yang secara khusus mengadvokasi, melindungi, dan memproteksi perempuan agar berada pada tempat yang terhormat dan memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki. 

Sebut saja misalnya, sekarang ada komnas perempuan, beraneka ragam rancangan undang-undang yang berbicara tentang kekerasan seksual dan perlindungan perempuan. Demikian halnya pembelaan-pembelaan terhadap perempuan juga mulai marak dan dibicarakan secara serius.

Beberapa kebijakan yang terkait dengan rekruitmen personalia saat ini juga memberikan alokasi atau kuota khusus pada perempuan. 

Ada prosentase minimal yang harus diisi oleh perempuan dalam setiap rekruitmen personalia diberbagai kelembagaan. Artinya, perempuan sudah semakin eksis sehingga bolehlah berharap bahagia seperti juga tulisan buku yang pernah ditulis RA Kartini, "Habis gelap terbitlah terang".

Namun demikian, mengikisnya patriarki, dan ekspansifnya perempuan diberbagai bidang, adakalanya memang menimbulkan ekses-ekses atau gesekan-gesekan dilain sisi. Ada beberapa masalah yang tentu muncul. Mulai dari "penolakan budaya", konflik antar gender, ketidaksinkronisasiannya di dalam budaya keluarga Indonesia, serta masalah sosio moralitas yang belum sepenuhnya siap dan sigap menghadapi perkembangan ekspansi perempuan ini.

Pertama adalah konflik budaya. Budaya lama masih kental bahwa laki-laki adalah figur pokok dalam berbagai peran diberbagai bidang kegiatan maupun persoalan. Wanita atau perempuan cukup sebagai pendengar, pengikut, pelaksana, dan tentu pelayan saja. 

Wanita atau perempuan tidak memiliki ruang untuk menentukan kebijakan, mengambil peran terdepan, dan atau mengambil alih sebuah persoalan atau kegiatan. 

"Kurang etik" barankali kata tersebut yang paling banyak muncul mana kala ekspansi perempuan terlalu masuk ke dalam bagian-bagian kewenangan yang secara lazim dimiliki oleh laki-laki atau kaum adam.

Dalam dunia pewayangan sebenarnya ekspansi perempuan ini sudah tersirat dalam berbagai cerita. Misalnya peran  "Sri Kandi" yang mengambil alih sebagai senopati perang membela negeri ngamarta dalam perang baratayuda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline