Lihat ke Halaman Asli

Widhi Setyo Putro

Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Grasi Ditolak, Presiden Sukarno Setujui Hukuman Mati Sahabatnya

Diperbarui: 14 Februari 2023   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kiri: Presiden Sukarno menangis, Kanan: Kartosoewirjo ketika ditangkap sumber: www.grid.id Kolase Intisari dan Sosok.ID 

Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah mendjadi nasibku jang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnja. Dua sifat jang berlawanan. Aku bisa lunak dan aku bisa tjerewet. Aku bisa keras laksana badja dan aku bisa lembut berirama...

Aku mendjatuhkan hukuman mati, namun aku tak pernah mengangkat tangan untuk memukul mati seekor njamuk.

Kalimat di atas merupakan gambaran terhadap pribadi Presiden Sukarno. Ia mengaku seorang yang keras di satu sisi tapi juga seorang yang lembut di sisi lain. Gambaran kerasnya seorang Presiden Sukarno adalah ketika menolak permohonan grasi atas hukuman mati sahabat lamanya.

Ya! Pada 1962, Presiden Sukarno menandatangi surat keputusan hukuman mati terhadap pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang melakukan pemberontakan terhadap RI.

Bersahabat di Surabaya

Sukarno dan Kartosoewirjo merupakan sahabat yang pernah sama-sama menimba ilmu kepada HOS Tjokroaminoto di Surabaya, Jawa Timur.

"Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam," kata Sukarno dalam buku 'Presiden Sukarno Penyambung Lidah Rakyat' Karya Cindy Adams.

Sama seperti Sukarno, Kartosoewirjo juga dekat dengan Tjokroaminoto pemimpin Sarekat Islam (SI), ia bahkan dijadikan sekretaris pribadi Tjokroaminoto dan kerap ikut berkeliling Pulau Jawa. Kegiatan dengan Tjokroaminoto ini diduga mempertemukan Kartosoewirjo dengan Sukarno.

Memberontak

Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dari berbagai sumber, alasan Kartosoewirjo mendirikan NII karena kecewa atas penandatanganan Perjanjian Renville. Akibat perjanjian tersebut, wilayah RI menjadi berkurang dan konsekuensinya adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus hijrah dari wilayah Jawa Barat ke Jawa Tengah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline