Lihat ke Halaman Asli

Vika Kurniawati

Freelancer

Keris Janur Menghiasi Parade Bocah Dolanan

Diperbarui: 19 Juli 2017   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keris dan Terompet janur. Doc:Pribadi

Lentikan bulu di balik lensa sangat terasa bergerak ke atas, berlawanan  arah dengan bagian bawah kelopak di mana sumber penglihatan saya berada. Saat lensa kamera telepon pintar sedang mengabadikan tarian Icipili Mitirimin di trotoar depan Benteng Vredeburg Malioboro, ternyata ada jari jemari berwarna exsotik mengulurkan sesuatu berbahan janur.

Alhasil Keris Janur (baru saya ketahui setelah konfirmasi) menemani Terompet berbahan sama di tangan, menjadi kejutan kali kedua walau bukan pribadi yang sama menyambangi saya. Gadis tersebut bagian dari sanggar Omah Cangkem yang menjadi penutup parade bocah dolanan dengan Icipili Mitirimin.

Merangkai Janur. Doc:Pribadi.

Keris Janur tersebut adalah salah satu hasil karya tangan para pemain Icipili Mitirimin. Dirangkai secara langsung di tempat tanpa ada buku panduan. Beralaskan tikar berlapis, gadis dan pejaka dari Dusun Karangjati Bangunjiwa Kasihan mengenakan baju tradisional Jawa sehari-hari, tanpa canggung duduk bersila maupun bersimpuh.

Mereka duduk mengitari dengan untaian janur sudah berkutat di tangan masing-masing, beberapa yang sudah  selesai dirangkai diletakan di atas tikar. Icipili Mitirimin dimulai saat terdengar ajakan diteriakan seorang gadis yang berdiri di tengah  tikar. Mulailah acapella yang jenaka, mendayu dan semangat melalui dari bibir mereka.

Dari brosur yang disebarkan oleh pengurus sanggar Omah Cangkem, diketahui bahwa Icipili Mitirimin sendiri merupakan pengembangan dari permainan bersama di tengah rembulan yang bersinar.  Jika dahulu menggunakan tembang Jawa maka untuk pengenalan awal menggunakan bahasa Indonesia .

Tarian jenaka. Doc:Pribadi

Setelah satu lagu accapela selesai, mulailah rangkaian janur yang sudah selesai tersebut diserahkan pada para penonton. Beberapa turis manca negara kemudian ditarik di atas tikar untuk ikut menari bersama. Tentu saja tetap diiringi acapela dan teriakan jenaka ala Icipili Mitirimin

Sesi acara Icipili Mitirimin kemudian diahkiri dengan penggunaan telepon pintar dari para pengunjung untuk mengabadikan momen. Setelah tikar digulung, para peserta Icipili Mitirimin bergabung dengan para peserta dan panitia lain di Museum Serangan Umum 1 Maret. Puncak acara Mataram Culture Festival 2 dimulai pukul 18.00-20.30 WIB dengan suguhan Mataram Art Performance dari para seniman tari dan teater kolosal. 

Gladi bersih Mataram Art Performance. Doc:Pribadi

Janur Kuning sendiri memang jadi salah satu asesoris wajib yang dikenakan oleh para pengisi acara maupun panitia. Ada yang dikenakan sebagai pita ataupun pengganti bunga terselip di sela rambut para gadis. Aksesoris lain yang masih menggunakan hasil alam adalah mahkota daun pohon coklat yang masih hijau, dikenakan para pejaka peserta Parade Dolanan Bocah. Daun pepaya juga ikut dirangkai sedemikian rupa menjadi kalung yang dikenakan para gadis pemain Ular Naga yang bermain di pedestrian Hotel Mutiara.

Daun Pepaya sebagai kalung. Doc: Pribadi

Sabtu, 15 Juli 2017, acara kedua dari rangkaian Mataram Culture Festival 2 sudah mulai bergerak maju tepat pukul 14.00 WIB. 30 menit sebelumnya, para pengisi acara sudah berdatangan diantar bus pariwisata ataupun mobil pribadi, lengkap dengan kostum masing-masing. Panitia dengan kaos, dan topi putih sudah membaur dengan kelompok anak-anak berusia TK sampai SD tersebut.

Panitia memberikan informasi bahwa parade bocah dolanan akan berlokasi di tujuh spot sepanjang pedestrian Malioboro. Aktivitas pemainan bocah tradisional sendiri sudah lama tak terlihat kecuali di layar kaca menayangkan acara budaya. Sebenarnya kedua gadis yang menyerahkan janur kuning tersebut sudah saya amati sejak di Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta. Dengan langkah ringan bersama teman-temannya, dia berderap menuju titik nol, sayangnya saya tidak sempat melihat apakah ada kasut menempel.

Egrang di depan Kantor Dinas Pariwisata DIY. Doc:Pribadi

Perhatian pertama saya tertuju pada bambu-bambu utuh yang dirangkai khusus, dan ditegakkan menjadi Egrang. Para jejaka tanpa kasut akan memainkan bambu-bambu tersebut di pedestrian depan kantor Dinas Pariwisata DIY. Para penonton diajak ikut serta mencoba menggunakan Egrang untuk berjalan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline