Lihat ke Halaman Asli

Vieri Ananto

Pengagum Buya Hamka dan Mohammad Natsir | Putra Lampung | Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ekuitas

Islam dan Budaya Bisnis

Diperbarui: 5 April 2020   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pebisnis muslim. (Sumber : businessdailyafrica.com/Nation Media Grup)

Dalam pandangan Islam, bisnis (at-tijaroh) bukan hanya soal untung dan rugi, melainkan soal surga dan neraka. Bila niat dan bisnis yang dilakukan sejalan dengan ketentuan-ketentuan syariat akan bernilai pahala, sebaliknya jika bisnis tersebut melanggar ketentuan-ketentuan syariat akan terjerumus pada dosa.

Dari Rafi bin Khadij dia berkata :
"Ada yang bertanya pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?" Beliau bersabda, "Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)." (HR. Ahmad, Ath Thobroni, dan Al Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Islam tidak pernah membatasi jumlah harta yang dimiliki oleh siapapun, tapi Islam membatasi sebab-sebab kepemilikannya agar tecipta rasa keadilan dan tidak ada pihak yang merasa dizalimi. Karena tujuan kesuksesan bisnis sesungguhnya adalah apa yang akan dicapai setelah kematian.

Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil." (QS. An-Nisa : 29).

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti)." (HR. At Tirmidzi No. 1209)

Berbagai keutamaan inilah yang membuat generasi pendahulu Islam sangat bersemangat untuk menjalankan bisnis, hingga membentuk budaya bagi generasi penerusnya.

Pembentukan budaya bisnis Islami pada masa Rasulullah

Jazirah arab secara geografis hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala penjuruya. Dua imperium besar yang berdampingan dengan wilayah ini, Romawi dan Persia bahkan tidak pernah menguasai Jazirah Arab, seperti tak ada sumber penghidupan didalamnya. Kondisi seperti ini yang melatarbelakangi bangsa Arab melakukan perniagaan ke wilayah luar sebagai sumber mata pencaharian. Jalur-jalur perniagaan pun tidak bisa begitu saja dilewati kecuali sanggup memegang kendali keamanan. Itulah mengapa bangsa Arab dikenal keras dan tangguh.

Tahun 601 Masehi, Islam datang di tanah Arab melalui Rasulullah. Beliau hadir membawa misi menyempurnakan akhlak umat manusia, meluruskan praktek-praktek bisnis yang menyimpang. Bisnis yang sebelumnya penuh dengan kelicikan dan keserakahan, berubah menjadi kemuliaan. Rasulullah membangun budaya bisnis Islami dengan empat prinsip dasar, yakni shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.

Shiddiq (integritas).
Kunci utama keberhasilan suatu bisnis adalah kejujuran. Dengan ini kita akan mendapatkan trust (kepercayaan) dari konsumen, mitra, atau investor. Sekali saja berlaku tidak jujur akan merusak reputasi bisnis. Sejak Rasulullah remaja, masyarakat Arab sudah memberi gelar kepadanya dengan sebutan Al-amin (orang terpercaya). Karena prinsip inilah bisnis Rasulullah bisa berkembang pesat saat itu.

Amanah (kredibilitas).
Prinsip kredibilitas dalam berbisnis bisa diartikan sebagai tanggung jawab. Ketika diberi amanah untuk menjalankan sebuah bisnis oleh investor, ia berikhtiar secara maksimal untuk bisnisnya dan tidak berdusta soal pembagian hasil usaha. Kepada konsumen, barang atau jasa yang ditawarkan tidak mengandung unsur riba, tipu (gharar), judi (maysir), dan samar (jahalah).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline