Lihat ke Halaman Asli

VDST IAAS Indonesia

IAAS Indonesia

Selamatkan Bumi dari Sampah dengan Gaya Milenial!

Diperbarui: 22 November 2021   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pexels

Pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) yang terjadi sejak awal tahun 2020 banyak menyebabkan dampak yang cukup besar bagi dunia tak terkecuali terhadap Indonesia. 

Salah satu dampak yang ditimbulkan dari adanya pandemi COVID-19 ini adalah munculnya permasalahan lingkungan baru, seperti  meningkatnya jumlah timbunan sampah yang sebagian besar didominasi oleh limbah medis yang termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3). 

Sampah atau limbah medis ini seperti bekas alat pelindung diri (APD), jarum suntik, masker, sarung tangan medis, dan lain-lain yang ditemukan di beberapa tempat bercampur dengan sampah nonmedis lainnya.

Berdasarkan data dari Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diketahui bahwa timbulan limbah B3 medis pada masa pandemi diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 30% dari masa normal. Saat ini, tercatat 2.867 rumah sakit di seluruh Indonesia dengan timbulan limbah medis kurang lebih 383.058 kg per hari. Sedangkan jumlah rumah sakit yang memiliki izin pengolahan limbah B3 per 19 Februari 2021 hanya sebesar 120 fasilitas dengan kapasitas 74.570 kg per hari.

Menurut Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020), menyebutkan pemerintah telah mengikuti permasalahan ini sejak awal. Bahwa permasalahan ini berpotensi beriringan dengan berbagai dampak kesulitan yang ditimbulkan COVID-19. Bagi pemerintah, sampah medis yang tergolong dalam limbah B3 infeksius yang timbul karena penggunaan alat pelindung diri sangat masif dan menjadi tantangan tersendiri dalam penanganannya. 

Menurut Jurnal Sipil Sains, pada tahun 2030 dunia diperkirakan akan menghasilkan 2,59 miliar ton sampah setiap tahun dan diperkirakan akan mencapai 3,40 miliar ton pada tahun 2050, serta negara-negara berkembang diperkirakan akan meningkat 3 kali lipat sehingga pengelolaan sampah secara berkelanjutan di setiap negara harus dilakukan.

Permasalahan sampah dan pengelolaan sampah sampai saat ini memang selalu menjadi tantangan tersendiri dan harus diatasi agar alam dapat tetap terjaga. Tindakan 3R (Refuse, Reduce, and Reuse) dapat dilakukan sehingga jumlah sampah masih dapat terkendali dan tidak merusak alam. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilah zero waste

Zero waste sendiri adalah filosofi yang dijadikan sebagai gaya hidup baru demi mendorong siklus hidup sumber daya sehingga produk-produk bisa digunakan kembali. 

Zero waste juga dikenal dengan menjauhi single use plastic atau plastik sekali pakai. Tujuannya adalah agar sampah tidak dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 

Jadi zero waste itu tidak hanya mengenai recycle atau mendaur ulang saja, namun sebenarnya pelaksanaannya dimulai dari Refuse, Reduce, and Reuse (3R) terlebih dahulu dan jika sudah tidak memungkinkan baru dilakukan Recycle dan Rot. Hal ini yang mendasari prinsip baru dari zero waste dengan metode 5R, yaitu Refuse (menolak), Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan ulang), Recycle (mendaur ulang), dan Rot (membusukkan sampah).

Untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut, peran milenial sangatlah dibutuhkan. Dengan turut serta kaum milenial memulai gaya hidup zero waste maka permasalahan sampah akan dapat berkurang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline