Lihat ke Halaman Asli

Vania Ayu

Mari menulis dan berbagi pikiran

Apresiasi dan Penyesalan

Diperbarui: 5 Mei 2021   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Take for Granted

Sudah sering mendengar istilah tersebut bukan? 

Tapi, apakah kita sudah benar - benar mengerti maksud dari istilah 'Take for Granted' ini?

"to never think about something because you believe it will always be available or stay exactly the same" (*)

"The expression to take for granted means "to accept without question or objection," and often implies a lack of appreciation or gratitude. (e.g., "Many of us may take for granted the fact that we have access to clean drinking water.") (**)

Dari sini saya menyimpulkan bahwa makna dari istilah ini adalah ketika kita kurang dalam mengapresiasi hal - hal yang kita yakini akan selalu ada disana. Hal - hal yang kita percaya akan selalu mudah kita dapatkan sehingga menjadikan kita tidak bersikap menjaga dan menghargainya. Istilah ini juga dapat bermakna ketika kita menerima suatu hal secara langsung tanpa mengkritisi atau mempertanyakan segala sesuatunya. Sebenarnya masih banyak makna yang bisa dipelajari berdasarkan perkembangan zaman pemakaian istilah ini. Tapi disini saya hanya akan membahas salah satu makna yang terbesit di pikiran saya.

Ketika pandemi Covid ini mengubah segala hal dalam kehidupan kebanyakan orang, termasuk saya, disini lah saya tersadar. Tersadar akan hal - hal yang mungkin dulu sudah biasa saya lakukan. Sudah menjadi rutinitas. Terlalu rutin hingga saya sering kali tidak menghargai atau melakukan sesuatu secara maksimal, mengapa? Sesederhana karena saya berpikir saya akan masih melakukannya setiap hari. Tidak pernah terlintas di benak saya bahwa saya akan merindukan dan merasa kehilangan ketika rutinitas itu hilang begitu saja.

Rutinitas, mulai dari hal - hal kecil hingga besar. Hal - hal sederhana hingga rumit. Kebiasaan yang dulu saya anggap sepele hingga saya sering tidak menyadari keberadaan hal itu. Rutinitas yang saya maksud disini bisa jadi berbeda dengan orang lain. Tapi apakah kita semua yakin telah mengapresiasi hal - hal kecil itu sepenuhnya sebelumnya?

Hal - hal sesederhana udara segar dan bebas. Ketika kita semua dapat keluar rumah tanpa perlu mengkhawatirkan adanya droplet Covid-19 berterbangan di luar sana. Menghirup udara bebas tanpa ada perasaan insecure. Ketika kita tidak perlu mempersiapkan berbagai masker, handsanitizer, dan faceshield untuk sekedar berlibur. Ketika kita tidak perlu memerhatikan jarak antara satu individu dengan yang lainnya. Ketika kita tidak perlu merasa was - was untuk bertemu dengan banyak orang, terlebih dalam ruang tertutup.

Karena jujur saja, saya sangat merindukan hal - hal yang rutin saya lakukan sebelumnya. Sebagai seorang koas, saya tentu rindu sekali dengan segala rutinitas saya di rumah sakit. Bangun pagi setiap hari, bersiap - siap, dan favorit saya, jalan kaki di pagi hari dari kos setiap 30 menit sebelum jam masuk. Saya senang sekali bila dapat menyempatkan waktu untuk bersiap - siap secara ekstra dan bisa berjalan kaki menuju rumah sakit tanpa tergesa - gesa. Saya dapat menikmati udara pagi dengan segarnya. Melihat ibu -- ibu pulang dari pasar. Warung - warung mulai mempersiapkan dagangannya. Anak sekolahan mulai berangkat dengan tentengan tasnya yang berisi kitab - kitab pelajaran. Balita yang digendong sembari disuapi, tidak lupa dengan cemongnya bedak di muka pertanda sudah mandi. Di saat pagi hari ini lah saya biasa merefleksikan diri. Membuat list di kepala saya hal apa saja yang akan saya lakukan hari itu. Pun tidak lupa mensyukuri kesempatan saya untuk bisa berangkat pagi sebagai seorang dokter muda di universitas impian saya. Terkadang saya bertanya - tanya ketika berpapasan dengan orang lain di jalan. Bagaimana hari mereka? Apa yang sedang mereka pikirkan? Apa yang akan mereka lakukan pada hari ini?

Tentu jika saya tuliskan semua kebiasaan saya dalam satu hari, maka tulisan ini hanya akan menjadi rentetan jadwal harian saya sebagai dokter muda - yang mana sangat saya rindukan. Ketika menjalaninya, mana pernah saya bersyukur dapat berjalan bebas di rumah sakit tanpa perlu memakai masker? Mana pernah saya bersyukur akan rutinitas saya membeli sarapan sebelum kelas dimulai? Alih - alih menggerutu seandainya kelas dimulai lebih siang. Mana pernah saya benar - benar bersyukur untuk mengikuti visite atau sekedar janjian untuk bimbingan dengan konsulen? Alih - alih saya malah berharap agar konsulen hadir sesuai jadwal dan tidak memberi pertanyaan yang terlalu susah. Mana pernah saya mensyukuri kebiasaan belajar bersama teman - teman di perpustakaan atau co-working space yang terkadang bisa sampai tengah malam? Tentu saya  menikmatinya, tapi saya pun sering berharap hari segera berlalu dan weekend segera tiba. Mana pernah saya bersyukur dan menjalani jaga malam dengan hati yang berbunga - bunga karena bisa bertemu pasien dengan kondisi yang bermacam - macam? Alih - alih saya berharap agar pasien tidak 'ramai' sehingga saya dapat tidur dan istirahat sejenak. Mana pernah saya bersyukur mendapat kesempatan untuk mengerjakan tugas Catatan Medik yang mana mengharuskan saya melakukan sederetan pemeriksaan langsung terhadap pasien dan dilanjut dengan membuat laporan berlembar - lembar? Alih - alih malah mencari teman untuk saling bertukar pasien agar hanya perlu memeriksa satu pasien saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline