Lihat ke Halaman Asli

Aku, Harapan Kemandirian Energi Bangsa

Diperbarui: 2 Mei 2017   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terbangun dari lamunanku malam ini. Langit cukup cerah, bintang berhimpit di antara gelapnya langit, sinarnya menembus sela-sela dedaunan dan pada akhirnya aku tangkap pancaran tersisa. Lamunanku yang mengangkasa menembus langit Indonesia, menerangi katulistiwa dengan potensi dan asa, akhirnya harus terjun bebas ke bumi realita. Aku hanya seonggok mahluk yang tidak berdaya untuk menggapai langit, bahkan menyapa sesamaku. Ya, aku hanya mampu diam dan menyimpan semua kemampuanku, tanpa bisa menyuarakan. Aku hanya menunggu mahluk yang datang dan berharap bisa turut membahagiakan.

                Perkenalkan, akulah si kawung, begitu orang sunda menyebutku. Aku dan teman-teman sejenisku memiliki nama yang beragam di seluruh daerah di Indonesia. Mungkin kalian lebih mengenalku dengan nama aren atau para ilmuwan menyebutku Arenga pinnata Merr. Sepertinya banyak juga di antara kalian yang mengenalku karena gula yang ku hasilkan, tanpa tahu rupa dan keberadaanku selama ini. 

Mungkin juga kalian mengenalku dari kolang-kaling yang ada di kolak dan sop buah kalian, yang berasal dari daging buah yang ku hasilkan tiap musimnya. Akulah aren, salah satu tumbuhan di Indonesia yang tergugah melihat kondisi bangsa saat ini. Apalagi saat bangsa ini membahas energi, rasanya tangkal-tangkal daunku bergoyang ingin menjawab problema yang ada. Apa kalian masih belum tahu kenapa aku sampai begitu?

                Akulah aren, pohon yang tangguh dan tidak manja. Aku bisa hidup bersama kalian para manusia dari daerah pantai hingga dataran tinggi, bahkan di ketinggian 1500 meter dpl. Jarang sekali, tumbuhan-tumbuhan lain yang bisa hidup di ketinggian dengan rentang sejauh itu. Bagiku ini merupakan anugerah, artinya aku dapat menjumpai kalian, para manusia, di dekat daerah kalian bermukim dan menjalani hidup. Aku juga terbiasa degan hidup tegar, hidup dengan keterbatasan sumber hara lahan. 

Teman-teman tumbuhanku yang lain juga berkata, aku ini adaptif, bisa hidup di berbagai ekosistem yang ada. Para tetanggaku juga memuji, karena kemampuanku untuk hidup bersama dengan tumbuhan lain, tidak sama seperti si padi, yang harus disediakan tempat sendiri, gampang penyakitan, dan butuh banyak air. Aku kebanyakan hidup pada tanah liat yang berpasir, dengan curah hujan 1200-3500 mm per tahun, yang membuat pasokan air selalu ada untuk ku nikmati tiap harinya.

                Kalian, para manusia, sudah sering memanfaatkanku untuk berbagai macam kebutuhan hidup kalian. Akarku biasanya kalian ambil dan gunakan sebagai peluruh air seni dan haid, karena kandungan saponin, flavonoida, dan polifenol. Batangku biasanya digunakan untuk bahan pembuat bihun dan sagu. Buah, kalian jadikan makanan kolang-kaling yang kenyal itu. Lengan daunpun kalian tebas, demi mendapatkan tetesan nira yang dapat kalian olah menjadi gula aren, yang memiliki harga lebih tingi dibanding gula-gula lainnya di pasaran. 

Bahkan ada sedikit di antara kalian yang dapat mengolah nira yang ku hasilkan menjadi bioethanol, salah satu sumber energi terbarukan. Memang, manusia telah banyak memanfaatkanku, aku pun turut bahagia karena bisa membantu kalian, seusai alasan kenapa aku ada disini. Hanya saja, rasanya diri ini belum cukup puas, ingin memaksimalkan apa yang dimiliki, untuk kesejahteraan kita bersama.

                Mari kita sama-sama obrolkan tentang energi. Kalian pasti mulai kebingungan menghadapi tantangan energi yang sedang kalian hadapi. Asal kalian tahu, aku sekarang sudah mulai diperhatikan dan masuk dalam  rencana pengembangan Kementrian Riset dan Teknologi untuk menjadi sumber energi tahun 2011-2015. Ini disebabkan produksi minyak kalian yang terus menurun dengan nilai konsumsi yang semakin meningkat. Kalian akhirnya kecanduan impor, yang menjadi pengeluaran terbesar APBN kalian di beberapa tahun terakhir. 

Aku juga lebih diunggulkan daripada tumbuhan lain untuk menghasilkan bio ethanol. Sebagai  perbandingan satu hektar lahan singkong menghasilkan 4500 Liter, sedangkan dengan penanaman aren bisa mencapai 50 ton per hektarnya. Waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh dan menghsilkan nirapun, terbilang sebentar, sekitar 6-8 tahun. Bahkan potensi nira ini lebih cepat diproses menjadi bioethanol dibandingkan menjadi gula aren itu sendiri.

                Di malam itu, aku melamun, bahwa aku bersama kalian, bangsa Indonesia, dapat menjadi negara swasembada energi. Aku rasa, ini saatnya aku benar-benar dibudidayakan dengan serius dan menjadi focus pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia. Produktivitas etanol yang tinggi, mencapai 20 ton per tahun menjanjikan banyak cadangan energy di Indonesia. Apalagi, notabene Indonesia memiliki lahan rusak seluas 59 juta hektar, maka lahan seluas itu, dapat dijadikan tempat budidayaku yang diselingi oleh tanaman-tanaman lain. 

Bayangkan juga, dengan adanya 4 juta hektar yang aku diami, dapat menghasilkan 80 juta ton etanol, yang ekuivalen dengan 480 ribu barel tiap tahunnya. Angka ini bisa mengurangi impor bahan bakar Indonesia yang mencapai 900 ribu barel per tahun. Bahkan kedepannya aku berharap menjadi salah satu komoditas ekspor yang memberikan banyak devisa untuk negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline