Lihat ke Halaman Asli

UMU NISARISTIANA

Content Writer

Hidup Minimalis Bukan Cuma Bahan Gegayaan

Diperbarui: 25 November 2020   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Minimalis dan Tren Anak Muda

Beberapa tahun terakhir gaya hidup minimalis banyak dilirik oleh anak muda. Kebanyakan anak muda usia 20-an memiliki mobilitas tinggi, mulai dari bersekolah, bersosialisasi, berorganisasi sampai dengan berbisnis. Mobilitas tinggi ini mendorong anak muda untuk mensederhanakan apapun yang ada dalam kehidupannya, termasuk memilih sebuah gaya hidup.

Gaya hidup minimalis menawarkan anak muda untuk berfokus hanya pada kebutuhan saja. Tren gaya hidup minimalis membawa corak dan kebiasaan baru dalam beragam aspek kehidupan seperti pemilihan pakaian seorang minimalis cenderung berwarna monokrom, sebab warna-warna monokrom lebih mudah untuk di mix and match sehingga akan menghemat waktu dalam proses memilih pakaian. Selain itu, seseorang yang menerapkan gaya hidup minimalis cenderung tertarik dengan desain perabot yang compact, multifungsi dan tidak memakan banyak ruang.

Saat ini konten tentang gaya hidup minimalis banyak ditemui di platform sosial media, seperti Instagram dan Youtube. Mulai dari membahas room tour minimalis, skin care minimalis, make up minimalis, wardrobe minimalis sampai dengan digital minimalis. Hal ini membuktikan pola pikir hidup minimalis dapat diaplikasikan dalam semua aspek kehidupan. Sebab, hidup minimalis bukan hanya sekedar membuang barang-barang, namun juga meliputi mensortir orang, hubungan dan pikiran yang tidak memberi dampak positif dalam proses pengembangan diri.

Salah Kaprah Tentang Hidup Minimalis

Meningkatnya peminat gaya hidup minimalis, membawa sebuah perbincangan baru. Nyatanya, tidak semua peminat gaya hidup minimalis benar-benar memahami dasar pola pikir gaya hidup ini. Sebab, banyak dijumpai di luar sana yang salah kaprah dengan gaya hidup minimalis. Seperti: 

Pertama, anggapan bahwa hidup minimalis adalah sebuah tujuan, ini kesalahan yang sering dilakukan oleh para pendatang baru dalam menerapkan gaya hidup minimalis. Perlu diketahui bahwa hidup minimalis adalah sebuah gaya hidup sehingga prosesnya berlangsung sampai akhir hayat.  

Maka, salah jika menerapkan hidup minimalis dianggap sebagai sebuah tujuan. Jika hidup minimalis dianggap sebagai tujuan maka seseorang akan cenderung grusa-grusu dalam menjalankannya, akibatnya justru tidak membuat seseorang hidup lebih konten dan penuh kesadaran namun seperti dikejar-kejar oleh sebuah target.

Kedua, hidup minimalis hanya soal mengurangi barang. Decluttering atau aktivitas mensortir dalam gaya hidup minimalis memang menjadi poin penting. Namun, aktivitas decluttering bukan hanya ditujukan pada barang yang sudah tidak berfungsi saja, tetapi juga meliputi orang, hubungan dan pikiran yang tidak bermanfaat bagi kelangsungan hidup sehari-hari. Selain hidup dengan yang dibutuhkan, gaya hidup minimalis juga memuat definisi hidup secara berkesadaran. 

Artinya, seseorang yang menerapkan gaya hidup minimalis hendaknya mampu memiliki kesadaran akan apapun yang terjadi dan yang ada dalam hidupnya seperti barang, orang, hubungan dan pikiran. Inilah mengapa hidup minimalis bukan dianggap sebagai tujuan semata, melainkan sebuah proses. Sebab mensortir orang, hubungan dan pikiran toxic membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Harus terbiasa untuk berkenalan dengan diri sendiri dan memutuskan mana yang baik dan yang toxic.

Ketiga, minimalis harus aestetik. Salah kaprah ini mungkin terbentuk karena saat ini konten gaya hidup minimalis di sosial media kebanyakan di-setting sedemikian rupa untuk terlihat aestetik dan clean, seperti penggunaan perabotan yang serba putih dengan beberapa tanaman palsu di dekatnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline