Lihat ke Halaman Asli

2014 Nanti Njenengan Milih Siapa Tho?

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetangga saya bertanya :2014 nanti njenengan milih siapa tho? saya cuma mesem-mesem. entahlah. Belum ada satu nama yang pas di hati. Saya memang selektif sekali untuk urusan hajatan memilih pemimpin negeri, apalagi berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Pertanggungjawabannya itu lho, gak kuat. Apa nanti kata akhirat ?

Jujur saja, beberapa kali pemilu dan pemilukada, saya absen. Lebih tepatnya lagi mangkir. Atau kalau kata orang sana bilang, golput .  Sebagai seorang ibu, permintaan saya tak muluk-muluk untuk orang yang akan memimpin negeri ini.  Saya hanya ingin hidup sejahtera,tenang, dan damai.   Karena, kaum ibu itu membutuhkan jaminan kebahagiaan baik berupa materi maupun non materi atas peran dan tanggung jawab luar biasa yang harus di jalaninya. Dan ini adalah kewajiban para suami untuk memenuhinya. Dengan catatan, suami akan mampu mewujudkan manakala sistem yang diterapkan kondusif. Lapangan kerja mudah, gaji memadai, mau usaha gampang, lahan mati dihidupkan, biaya hidup terjangkau, harga sembako murah, akses pendidikan dan kesehatan murah, keadilan di depan hukum, birokrasi sederhana tidak bertele-tele, kemaksiatan sirna, dll. Tidak muluk-muluk bukan ? :D

Satu kriteria yang saya ‘wajibkan’  untuk pemimpin pilihan saya kelak. Wibawa. Ya, betul. Berwibawa. Masalahnya, tidak semua orang punya wibawa. Karena wibawa itu tidak bisa di buat-buat, ia datang dari dalam diri. Pancaran dari kepribadian yang dibentuk dalam diri pemimpin tersebut. Berikut ciri-ciri orang berwibawa  yang  saya pahami:

1).  Menyatu antara kata dengan perbuatan
Seseorang yang sering berbeda antara omongannya dengan perbuatannya akan jatuh wibawanya. Bukan mustahil kepercayaan orang lain kepadanya menjadi luntur.  Sebagai contoh, pada musim haji yang lalu ada teman yang menunaikan ibadah ke tanah suci.  Sebelumnya, ia dan suaminya belajar dahulu manasik haji. Salah seorang ustadzah pembimbingnya senantiasa berpesan : “Nanti, bila sudah sampai ke sana jangan banyak berpikir macam-macam. Fokuskan perhatian untuk mengabdi kepada Allah SWT, banyak ber-dzikir dan bertaubat. Jangan sampai baru datang, ibadah belum, apa-apa belum, eh … malah belanja didahulukan. Kita mah jangan begitu!”  Teman itu pun sangat kagum dengan pepatah tersebut.

Sepulangnya dari Saudi Arabia, teman yang sudah jadi bu hajjah tadi bercerita banyak.  Salah satunya tentang ustadzah pembimbingnya yang setibanya di sana langsung berbelanja sambil mengantar jamaahnya berbelanja. Pak haji pun berkomentar : “Kok, begitu, ya. Kepada orang lain bilang jangan ujug-ujug belanja, eh dirinya malah yang berbuat seperti itu. Kalau sudah demikian, dimana konsistensinya,” gumam dia. Persoalan ini barangkali cukup sepele. Namun, ternyata persoalan yang ‘remeh’ itu dapat menjatuhkan wibawa seseorang di mata orang lain. Bila dalam perkara yang dipandang kecil saja begini, bagaimana lagi apabila hal tersebut terjadi dalam perkara besar. Karenanya, pernyataan “begitu Anda kehilangan rasa hormat seseorang, hampir mustahil untuk memperolehnya kembali” penting  dicamkan.

Nah, bagaimana jika ada pemimpin atau calon-calon pemimpin ketika kampanye misalnya, banyak berjanji, banyak menggalang dukungan, sayangnya, hasil kerja(perbuatan) tidak selaras dengan ucapan. Sayang kan, seperti anjing yang cuma bisa menggonggong-gonggong saja.

2. Menjadi orang pertama yang melakukan
Salah satu cara paling baik untuk meningkatkan wibawa dan untuk memberikan contoh yang akan diikuti oleh orang lain adalah melakukan sendiri apa yang hendak di tularkan tersebut.  Rasulullah SAW merupakan contoh paling nyata dalam perkara ini. Dalam sirah Rasul tercatat bahwa hal pertama kali yang dibuat oleh Rasulullah SAW setibanya di Madinah ketika hijrah adalah masjid. Ketika itu, beliau memerintahkan kaum muslimin untuk bersama-sama membangun-nya. Dan, ternyata beliaupun tidak berhenti pada perintah ataupun nasihat. Beliau turut langsung memikul batu-batu. Realitas ini disaksikan oleh para sahabat. Ternyata, hal ini semakin memacu kerja keras dan semangat mereka. Rasul pun semakin dicintai dan dikagumi.
Pada kesempatan lain, Allah SWT me-merintahkan Rasulullah SAW untuk meng-kobarkan keberanian kaum muslimin dalam menghadapi musuh. Coba lihat, Beliau bukan sekedar pintar memerintah, melainkan juga pandai melakukan pertama kali apa yang beliau serukan. Beliau senantiasa berada di garis depan pada medan pertempuran. Sayyidina ‘Ali pun menyatakan :
“Jika kami dikepung ketakutan dan bahaya, maka kami berlindung kepada Rasulullah SAW. Tak seorang pun yang lebih dekat jaraknya dengan musuh selain beliau.”
Begitulah dalam setiap kesempatan beliau menjadi orang yang pertama kali melaksanakan apa yang diwahyukan Allah SWT kepada beliau dan diteruskan kepada para sahabatnya.

Camkanlah, lidah perbuatan lebih tajam daripada lidah lisan. Memerintahlah dengan perbuatan, jangan hanya pintar memerintah tanpa berbuat !! Jika Anda berupaya menjadi orang yang pertama melakukan perkataan yang Anda ucapkan maka orang lain, insya Allah akan mudah mengikuti dan semakin tambah kepercayaannya kepada Anda. Kewibawaan pun memancar terus laksana cahaya. Pada sisi lain, Allah SWT akan membalas perbuatan tersebut bila ada orang lain yang mengikutinya.

3. Menjadikan kata sebagai ikatan
Wibawa dan kepercayaan orang kepada Anda akan dapat jatuh hanya karena kata-kata. Misalnya saja kebohongan. Sebut saja ada seorang teman —bolehlah dinamai Joko (bukan nama sebenarnya)— yang Anda tanya, ‘mengapa Anda tidak datang ke pengajian pada malam Kamis kemarin?” Lantas Joko menyatakan bahwa ia saat itu sedang sakit di rumah, cukup parah. Selang dua hari, tanpa disengaja, ada temannya Joko tadi —yang juga teman Anda— bercerita kepada Anda.  “Wah, pada malam Kamis kemarin, saya dengan si Joko jalan-jalan ke super market. Saya mah sampai lupa mengaji,” ungkapnya. Tentu saja bila perkataan orang tadi dapat dipercaya, dan setelah di cek silang ternyata benar, bagaimana perasaan Anda terhadap Joko? Tentu, ada sedikit rasa kepercayaan yang berkurang. Apalagi kalau Joko pada saat yang lain berjanji pada Anda tetapi ternyata diingkarinya, tanpa basa basi sedikit pun. Bila hal ini menimpa Anda, sebagai manusia tentu saja kewibawaan orang tadi di mata Anda akan semakin melorot. Demikian pula sikap dan perasaan orang lain terhadap Anda bila si Joko itu adalah Anda. Bukankah naluri manusia itu sama? Bila kata-kata kosong itu menjadi bagian dari hidup Anda, sungguh kecelakaan tengah menanti. Apapun yang Anda perbuat selamanya akan dinilai bohong belaka.
Terlepas dari semua itu, Allah SWT lewat lisan Rasul-Nya SAW menyatakan :

“Tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu : bila berkata ia dusta, bila berjanji ia langgar dan bila dipercaya ia berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semua ini menyangkut masalah kata.  Perkataan harus menjadi ikatan. Untuk memastikan agar kata-kata Anda merupakan ikatan, setidaknya ada 3 hal penting yang senantiasa harus dijadikan pegangan.  Pertama, jangan sekali-kali membuat janji yang tidak dapat Anda penuhi.  Awas ! Jangan gampang membuat janji bila Anda sendiri merasa tidak mampu memenuhinya. Jika Anda terpaksa berjanji maka usahakanlah sekuat tenaga untuk memenuhinya. Jangan melanggar janji kalau tidak ada alasan syar’iy. Andaikan karena keterdesakkan  Anda terpaksa tidak dapat memenuhi janji, sampaikanlah maaf. Beri tahulah siapapun orangnya yang Anda beri janji itu. Ingatlah, janji adalah hutang yang akan ditanyai. Semakin banyak berjanji berarti semakin banyak menghutang, yang ini berarti beban yang harus ditunaikan semakin banyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline