Lihat ke Halaman Asli

Ulfa Khairina

Freelancer

Drama, Pengkhianatan terhadap 4 Fungsi Media Massa

Diperbarui: 16 Februari 2020   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

F4, idola remaja tahun 2000an. (sohu.com)

Bagi sebagian besar penonton drama atau sinetron, tayangan dari Negeri Ginseng memang selalu mendominasi. Drama yang disuguhkan oleh Korea Selatan selalu dianggap lebih baik dari sisi kualitas, aktris dan aktor yang dipilih, termasuk placement ads yang dilibatkan dalam tayangan setiap episode.

Meskipun banyak yang tidak menyadari bahwa beberapa drama Korea juga mendulang sukses dari drama yang lebih dulu ditayangkan oleh Taiwan, China, dan Jepang. Bahkan juga dari negara lainnya.

Sebutlah Boy Before Flower yang menyedot penonton hingga jutaan dari berbagai negara. Asal mula drama ini justru diadaptasi dari manga berjudul Hana Yori Dango yang sebelumnya juga populer versi drama Taiwan, Meteor Garden.

Sebagai penikmat drama sesuai dengan suasana hati, bisa dikatakan drama Jepang banyak yang bagus. Hanya saja kalah dalam persaingan penontom di Indonesia. Nilai moral yang diberikan dari tiap drama justru sangat menohok dengan membidik sisi psikologis dan sosial masyarakat. Berbeda dengan drama Korea yang lebih banyak menonjolkan sisi romansa, meskipun banyak drama Korea yang meninggalkan kesan spesial dari berbagai aspek.

Saya adalah penikmat drama Jepang. Dibandingkan dengan drama Korea, saya lebih suka dorama Jepang. Terlepas dari ketertarikan saya pada negara ini, saya menemukan Jepang memiliki nilai-nilai luar biasa dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Apakah karena Indonesia pernah mendapat 'sentuhan' Jepang? Entahlah.

Dorama Jepang pertama yang saya tonton berjudul Rindu-Rindu Aizawa. Versi Jepangnya berjudul Ie Nakiko. Tayang setiap hari Senin sampai Sabtu pada pukul 12 siang di salah satu stasiun TV Indonesia.

Drama ini berhasil mencuri hati saya sebagai penonton pemula. Sejak itu, saya tertarik mengikuti dorama Jepang dibandingkan dengan sinetron Indonesia atau India yang terlalu lebay dalam menonjolkan konflik.

Saya berkenalan dengan drama Cina juga saat SD. Bahkan saya ragu untuk mengatakan apakah drama Cina atau Taiwan. Guruku Tersayang adalah drama bernilai tinggi tentang perjuangan seorang guru di daerah pelosok dan kehidupan masyarakat desa yang masih sangat tradisional.

Kedua drama tersebut ditayangkan di stasiun TV Indonesia sebelum tahun 2000an. Betapa pertelevisian Indonesia sangat menjaga norma dibandingkan keuntungan di masa itu.

Tahun 2002, popularitas F4 juga melejit di Indonesia. Tidak ketinggalan media cetak seperti majalah remaja juga mencuri perhatian sebagian besar remaja di seluruh pelosok negeri.

Tidak ketinggalan di Aceh, pesona Dao Ming Si memang tiada duanya. Tiba-tiba saja wajah Jerry Yan, Vic Zhou, Vannes Wu, Ken Zhu, dan Barbie Hsu dicetak puluhan kali sebagai ilustrasi halaman depan. Tidak ketinggalan pula, sosok ideal wanita atau pria yang menjadi idaman remaja pada saat itu tidak jauh-jauh dari mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline