Lihat ke Halaman Asli

Apakah Hidup Harus Ditertawakan?

Diperbarui: 13 Mei 2023   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah hidup harus ditertawakan?


Oleh: Try Gunawan Zebua
Gunungsitoli, Sabtu, 13 Mei 2023

Kata ditertawakan adalah sebuah kata yang memiliki kata dasar sebagai tawa. Dimana tawa itu adalah suatu perasaan senang atau bahagia, bebas dari masalah kendatipun hanya sebentar dan menenangkan sesaat saja. Itu karena masalah tidak dapat dihindari, dimana kita bukan lari, tetapi menghadapinya, paling tidak secara dewasa dan bijaksana.

Kata tawa itu bisa kita lihat di sekeliling kita dengan tanda-tanda ekspresi yang berubah dari mengancam dan bahaya, menjadi lebih rileks dan santai, kendatipun hawa darah atau panasnya bisa jadi hanya sementara dan akan terjadi beberapa detik saja. Hanya sebatas hiburan atau candaan belaka. Hal tersebut dapat kita lihat dimana orang tertawa itu suaranya terdengar sebagai: hahaha (dibaca: ha ha ha), wkwkwk (dibaca: we ka we ka we ka), ckckckckk (dibaca: ce ka ce ka ce ka ce kaka), awokwok (dibaca: a wok wok), paten, mantap, luar biasa, salut, dan sebagainya.

Bahkan ada yang sampai berteriak, banting-banting barang-barang, tokok-tokok meja dengan tangan, bermain musik, hingga kepada ada yang bahkan menangis. Bukan karena sedih menghadapi masalah, melainkan bahagia berupa tertawa. Serta berbagai cara lain di sekeliling kita untuk mengekspresikan tawa itu, dimana pada dasarnya setiap orang berbeda-beda. Pada intinya termasuk menenangkan diri, apalagi terkadang ada itu yang senyum-senyum saja bukan gila, melainkan mencoba melepaskan dengan menertawakan permasalahan yang dialaminya sendiri.

Sehingga ditertawakan adalah di buat sebagai sesuatu yang harus menjadi bahan tertawa atau candaan. Istilahnya adalah suatu hal dan bahkan semua hal, sebaiknya terkadang jangan terlalu dianggap serius, tetapi terkadang harus membuat kita bahagia melalui tertawa. Supaya otot atau saraf kita tidak tegang, apalagi kitanya yang supaya tidak tertekan, apalagi tertuntut. Hal tersebut yang dikatakan sebagai stres, yang mana dapat berakhir tidak mampu mengendalikan diri, berujung pada sebuah kata, yaitu: gila.

Bahkan bisa membuat kita menjadi khawatir, was-was, curiga, atau berbagai hal negatif yang lain, termasuk kecemasan, hingga depresi. Lebih parahnya lagi bisa membuat kita bunuh diri, sehingga meninggal dunia. Bukan menakut-nakuti, tapi terkadang itu bisa jadi dan pasti akan terjadi jika tidak dijadikan bahwa tertawaan. Pada intinya tertawa adalah salah satu cara menghilangkan beban, tetapi hanya sebentar saja, dimana tidak permanen. Biar lebih rileks, santai dan sabar.

Untuk bisa membuat sesuatu menjadi bahan candaan, supaya kita bisa tertawa adalah harus tersesat dan melihat sesuatu kelebihan menjadi candaan, apalagi kekurangan. Tersesat maksudnya adalah kita tertawa karena membuat sesuatu yang pada intinya sudah baku dan pasti, menjadi melenceng dari awalnya. Misalnya, jika kita mau tidur pada umumnya di kasur, tikar, atau karpet. Kalau dijadikan bahan tertawaan, orang yang misalnya lagi ngantuk dan mau istirahat, dimana seorang tukang tambang batu, akan dikatakan tidur saja di batu atau tanah.

Itu lain dari kebiasaan umum, dimana kita sengaja tersesat supaya bisa tertawa. Begitu juga hal yang lebih, dalam artian lebih berat badan, akan dijadikan bahan candaan dengan cara menyinggung secara matematika (panjang, lebar, dan tinggi, dimana ruang 3 dimensi matematika), atau dengan kata lain begitu luas seperti dari kutub utara ke kutub selatan, dan sebagainya.

Sebenarnya itu sudah masuk pada pembulian atau penghinaan fisik. Tapi, terkadang itulah tertawa jika mau tertawa. Harus ada korban dan pelaku dibaliknya. Apalagi harus sesuai dengan situasi dan kondisi, serta pemahaman atau pengetahuan penontonnya.

Lantas, apakah hidup harus ditertawakan? Sebenarnya tertawa tidak baik, kalau ujungnya hanya mau menghina, apalagi menjatuhkan sesama. Tetapi, kalau hanya supaya situasi dan kondisi panas, menjadi sedikit adem dan dingin, maka perlu tertawa itu. Kalau boleh coba kita sekali-kali menjadikan diri kita sendiri menjadi bahan tertawaan. Jangan hanya melihat orang lain, yang hanya 1 hal saja, lalu diangkat menjadi topik candaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline