Lihat ke Halaman Asli

Ayo Belajar!

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya senang belajar. Mungkin kenyataan dari kalimat ini tak sehebat kedengarannya. Dalam kenyataan hidup saya sehari-hari, akan jarang sekali anda menjumpai saya dengan setumpuk buku di tangan ataupun di atas meja belajar saya. Akan jarang sekali anda menjumpai saya dalam keadaan “fokus tingkat tinggi” terhadap sebuah materi pelajaran. Lalu, bagaimana mungkin saya mengatakan bahwa saya senang belajar?

Baiklah. Saya setuju akan pandangan Andreas Harefa, dalam bukunya Mengubah Paradigma Pembelajar, tentang definisi belajar yang tidak hanya terbatas pada persekolahan formal. Belajar itu soal hidup. Saya kira, seluruh materi pelajaran formal yang biasanya diberikan di bangku sekolah dirancang sebagai sebuah pengetahuan umum bagi individu. Artinya, materi-materi ini akan membuka cakrawala pemikiran individu; bahwa manusia memiliki organ-organ tubuh dan mereka hidup di dalam suatu sistem kemayarakatan yang mengharuskan mereka untuk memiliki kemampuan-kemampuan praktis seperti menghitung, membaca, dan bersosialisasi. Namun, ada yang lebih dari sekadar pengetahuan-pengetahuan praktis tersebut. Ada banyak hal dalam hidup kita ini yang tidak terajarkan dalam materi-materi pelajaran formal di sekolah. Hal-hal inilah yang seringkali luput dari pengamatan manusia dewasa ini. Hidup ini hanya dipandang sebatas score (nilai raport/IP), kekayaan, talenta, posisi, dsb. Hal-hal di luar struktur formalitas dunia pembelajaran (baca: sekolah) inilah yang juga (barangkali lebih) saya senangi. Saya senang untuk belajar tentang hidup. Pembelajaran hidup ini sangat penting dan sudah memiliki banyak buktinya. Saya bertemu dengan kerabat saya di pedalaman Kalimantan, dan mereka memiliki kebijaksanaan hidup yang tinggi. Kearifan lokal menjadi warna kehidupan mereka. Apakah mereka orang yang berpendidikan? Tidak. Mereka hanya tamatan SD, SMP, ataupun SMA. Bahkan ada yang tidak sekolah. Silakan kita sendiri bandingkan dengan pribadi-pribadi “di atas” kita yang mengaku berpendidikan. Apakah perilaku mereka mencerminkan kearifan hidup? Atau mungkin kita bisa berkaca dengan diri kita sendiri. Apa kita juga sama? Sama-sama bobroknya barangkali?

Karena itulah saya mengatakan kepada anda semua bahwa saya senang belajar. Saya kira, anda pun hendaknya memiliki hobby yang sama dengan saya. Ini hobby bukan sembarang hobby. Ini untuk hidup kita. Untuk relasi di antara kita. Untuk keseimbangan hidup kita. Karena, (sekali lagi) kalau kita memandang sebuah pembelajaran ini hanya sebatas ilmu pengetahuan, score, dan posisi, kita akan menjadi manusia yang tak bermoral. Kita akan “memakan” sesama kita. Homo homini lupus est. Alangkah indahnya kalau kita mau mengkombinasikan antara kemampuan-kemampuan praktis di sekolah itu dengan “materi-materi pelajaran” yang kita dapatkan dari kehidupan sehari-hari. Bukankah orang-orang hebat juga melakukan hal ini? Anda berani?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline