Lihat ke Halaman Asli

Para Pembeli Suara

Diperbarui: 26 April 2024   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sempat beredar wacana untuk melegalkan politik uang, yang bisa jadi ini sebagai bentuk frustasinya KPU dalam mengatasi problem masifnya politik uang.

Money politic di musim pemilu merupakan dampak dari revisi undang-undang pemilu dari sistem proporsional tertutup menjadi proposional terbuka. Meskipun sebetulnya proporsional tertutup pun tak luput dari money politic, namun terjadi hanya di lingkaran elit politik.

Indonesia rupanya adalah negara demokrasi terbesar sebagai pelaku money politic. Dari sebuah hasil penelitian lembaga survey Indikator Politik menyebutkan ada sekitar 33% pemilih yang mengaku menerima uang. Dari jumlah total pemilih, itu berarti sekitar 60 juta orang.

Orang indonesia sudah menganggap hal ini lazim, sehingga dari pemilu ke pemilu semakin vulgar, tidak merasa tabu dan malu untuk melakukan politik uang, atau bisa juga berwujud sembako.

Market yang menjadi target utama para caleg adalah para partisan yang jumlahnya sekitar 13%. Namun ini belum cukup untuk bisa memenangkan pemilu, maka target berikutnya adalah pemilih non partisan, atau disebut pemilih mengambang, karena sulit untuk bisa dipastikan. Kelompok ini sekitar 20%. Para caleg terpaksa menyasar mereka meskipun tidak ada jaminan bahwa pemilih ini akan menepati janjinya.

Biaya politik memang sangat besar, lantaran  para politisi juga butuh tim sukses, tim yang sejatinya adalah broker.

Tim sukses bisa bekerja kepada lebih dari satu kandidat. Modalnya adalah klaim bahwa mereka punya massa, bisa by name dan by address.

Tim ini yang akan bekerja untuk mendistribusikan APK, uang dan sembako. Tidak menutup kemungkinan sebagian besar uang itu justru masuk ke kantong tim sukses sendiri. Para politisi tetap nekad menyewa mereka, kendati sebetulnya sadar bahwa potensi kebocoran pendistribusian sangat tinggi.

Ada satu pertanyaan menarik dalam survey soal apakah uang mampu memengaruhi keputusan konstituen dalam memilih. Hasilnya yang menjawab ada pengaruh itu hanya 10%. Jumlah yang lumayan kecil.

Para pemilih kadang menerima uang dari beberapa kandidat dan dari beberapa partai. Ini bisa dianggap sebagai insentif agar mereka bersedia pergi ke TPS, sebab jumlah uang yang diterima tidak terlalu besar. Hanya cukup sebagai pengganti aktifitas kerja dan pengganti transportasi.

Sisi positif dari kegiatan pemilu memang mampu menggerakkan roda perekonomian. Peredaran uang di masyarakat cukup besar. Uang yang sebelumnya diparkir di bank akan dikeluarkan untuk biaya politik para caleg.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline