Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat dan Praktisi

Terpisah Jarak dan Waktu, Saya Tetap Japri Ucapkan Idul Fitri dan Mohon Maaf Lahir Bathin?

Diperbarui: 5 Mei 2022   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Masih menjaga silaturami, memberi maaf, meminta maaf di Idul Fitri, meski melalui medos sampai ke jaringan pribadi (japri), mencerminkan apakah saya masih menganggap dia-mereka tetap sebagai keluarga, saudara, sanak famili, teman, sahabat, mantan murid, mantan mahasiswa, dan lainnya 

(Supartono JW.04052022)

Kendati ada cara mudah untuk kita bersilaturhami di Idul Fitri 1443 Hijriah, tanpa tatap muka, tetap saja banyak orang tak melakukan silaturahmi, memberi maaf atau meminta maaf di hari yang fitri. Padahal, media sosial (medsos) terutama WhatsApp (wa) sangat memudahkan siapa pun untuk tetap dapat bersilaturahmi tanpa harus tatap muka.

Saya sendiri, memanfaatkan wa, IG, facebook, line, twitter, linkedin, untuk silaturahmi dengan keluarga, saudara, famili, teman, sahabat dll, yang tak dapat bertatap muka untuk mohon maaf lahir bathin kepada mereka melalui status saya. 

Dan, beberapa ada yang saya sampaikan mohon maaf lahir bathin via jaringan pribadi (japri), sebab mereka adalah keluarga, saudara, famili, teman, sahabat, dan lainnya, orang-orang yang selalu ada di hati pun rendah hati.

Sebaliknya, saya pun paham siapa orang-orang yang dengan rendah hati memberi maaf, meminta maaf via japri kepada saya. Artinya, mereka, hingga kini tetap menjadi keluarga, saudara, famili, teman, sahabat saya yang sejati. Tak lekang oleh jarak dan waktu.

Fenomena silaturahmi

Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijriah/tahun 2022 Masehi, khususnya bagi umat Islam di Indonesia benar-benar penuh hikmah, berkah, dan semoga umat Islam yang menjalankan ibadah Ramadhan dengan ikhlas dan khusyu, ikhlas memberikan maaf dan ikhlas meminta maaf,  dapat terhindar dari api neraka, mendapat pahala yang setimpal sesuai amal perbuatannya. Aamiin.

Meski Lebaran kali ini, rakyat diperbolehkan mudik, namun dalam urusan silaturahmi atau jalinan tali persahabatan (persaudaraan) tidak semuanya dapat dilakukan dengan tatap muka dan berjabat tangan. 

Bahkan, juga sudah menjadi tradisi, bila orang tua d kampung halaman sudah tiada (meninggal), biasanya para anaknya yang hidup dan tinggal merantau/di luar daerah/pulau/luar negara, seolah sudah tak memiliki kewajiban mudik ke kampung halaman, walau pun masih ada keluarga, selain ibu dan bapak, yaitu anak-anaknya, seisi rumah. Juga sanak saudara, orang yang seibu seayah (atau hanya seibu atau seayah saja), adik atau kakak serta sanak famili, yaitu kaum keluarga, kerabat, sanak saudara hingga teman-teman dan para sahabat.

Sebab tak mudik karena alasan kedua orang tua sudah tidak ada, seolah menjadi pembenaran yang benar. Padahal masih ada keluarga, saudara, dan sanak famili di kampung halaman, plus dari segi ekonomi, tergolong mampu untuk sekadar membayar biaya mudik dan balik. Sehingga, saat kesempatan mudik untuk silaturahmi tak dimanfaatkan, dapat menjadi pertanyaan, di mana rasa kekeluargaa, persaudaraan, dan kefamilian yang bersangkutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline