Lihat ke Halaman Asli

TONI PRATAMA

Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Daerah Bangka Selatan

Aku dan Tri

Diperbarui: 12 Mei 2024   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Aku dan Tri

"Ayolah, Tama! Ikut aku ke Amerika!" mohon si Tri dengan muka yang sangat memelas.

"Aku harus pulang ke kampung, Tri," jawab aku dengan lirih.

"Kamu itu bagai jeruk manis, masa ditaruh di bawah sumur? Dengan segala potensimu, kamu bisa sukses di luar sana," Tri masih mencoba membujukku.

"Aku tetap harus pulang ke Toboali. Ibuku membutuhkanku," tegasku walaupun hatiku juga terluka.

Tri memelukku sambil menangis sedu sedan. Baru kali ini aku melihat sahabatku itu menangis demikian heboh. Ia benar-benar menangis. Sumpah!

Aku dan Tri sudah berteman sejak kecil. Rumah kami di kampung juga berjarak cukup dekat. Tinggal bersepeda 2 menit sudah sampai. Rumah Tri terbilang mewah karena orang tuanya memiliki usaha perikanan yang cukup sukses. Saat rumah-rumah di desa kecil kami belum memiliki televisi, rumah Tri sudah memutar saluran TV swasta yang banyak hiburan anak-anaknya. Setiap minggu pagi pukul 8.00, aku sudah bertandang di rumahnya untuk menonton serial kartun Doraemon yang mengocok perut.

Keluarga kami juga sangat akrab. Mamaku juga temannya Mama Tri. Kedua ibu muda itu sering berceloteh banyak hal yang saat itu kami tidak mampu mengerti. Tapi diskusi mereka bisa beberapa jam di dapur rumah Tri sampai akhirnya kue dan aneka penganan disajikan untuk kami semua. Tinggal di kampung pada dasarnya memang menyenangkan.

Hari minggu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Selain bisa menonton TV sepuasnya di rumah Tri, kami juga bisa bermain seharian sampai sore. Entah berapa jenis permainan silih berganti yang kami mainkan bersama. Petak umpet, kejar-kejaran, kasti, hingga monopoli. Masa kanak-kanak kami begitu indah dihiasi gelak tawa yang membuat iri penghuni neraka. Tanpa dosa, tanpa beban. Pokoknya main saja pikirnya.

Soal prestasi di sekolah, aku dan Tri juga cukup bersaing. Kami berdua selalu masuk 3 besar. Hanya saja tidak pernah kami mengalahkan si Igna yang sepertinya ditakdirkan ranking 1 terus. Sedangkan aku dan Tri selalu berkutat di posisi 2 dan 3. Tapi kami tidak pernah mempermasalahkan soal ranking. Jika musim ulangan, kami selalu belajar bersama karena hanya rumah Tri yang ada listriknya di malam hari. Rumahku masih mengandalkan lampu teplok yang membuat lubang hidung menghitam oleh asapnya.

Saat liburan semester tiba, kami juga menghabiskan waktu berminggu-minggu dengan bermain sepuas hati. Pernah juga aku diajak orang tuanya Tri untuk berlibur ke Jakarta dengan kapal milik papanya. Aku senang bukan kepalang bisa main ke ibukota negara yang selama ini cuma dilihat di layar TV. Anak kampung yang tiba-tiba main ke kota metropolitan tentu menjadi sebuah pengalaman yang seru bagiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline