Lihat ke Halaman Asli

Tongato

Pendidik

Bertanya

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Untuk bisa memanusiakan peserta didik sebagai manusia utuh, manusia paripurna, guru harus mampu bertanya kepada peserta didik dalam proses pembelajarannya. Pertanyaan yang disampaikannya tentu bertujuan mengembangkan potensi diri peserta didik agar dapat berkembang dengan maksimal.

Namun, kalau kita amati, sebagian guru kita sering bertanya yang menuntut jawaban ya atau tidak dari para peserta didik. Pertanyaan seperti itu tidaklah salah. Hanya saja pertanyaan terlalu dangkal dan tak memerlukan penggalian pikiran peserta didik.

Selain itu,pertanyaan guru juga sering hanya menuntut jawaban yang mengulang materi yang telah diajarkan. Pertanyaan yang baik, mestinya menuntut peserta didikmemproduksi gagasannya. Oleh karenanya, pertanyaan harus berupa analisis sintesis dan evaluasi dalam konteks taksonomi Bloom. Untuk peserta didik tingkat sekolah menengah, pertanyaan mestinya sudah membiasakandengan menerapkan (C3), analisis (C4) dan evaluasi (C5). Boleh ingatan (C1), dan pemahaman (C2) dengan porsi yang relatif sedikit.

Mengajukan pertanyaan harus bertujuan. Tujuan bukan hanya sekedar jawaban peserta didikbenar, tapi harus memicu peserta didikuntuk berpikir. Peserta didikmembangun gagasan sendiri sehingga menarik peserta didik berpikir analisis, evaluasi dan kreatif. Peserta didiktergerak untuk berpikir, menggali kemampuannya, bukan sekedar mengingat, memamahi, dan menerapkan.

Secara singkat, ciri pertanyaan yang menyangkut analisis, evaluasi dan kreasi sebagai berikut.Pertama, pertanyaan mengevaluasi. Ada proses menghubungkan, membandingkan dan melihat kecenderungan. Kedua, mengevaluasi. Ada proses membandingkan sesuatu dengan kriteria tertentu. Ketiga, mengkreasi. Ada proses membentuk gagasan baru.

Jadi, guru harus selalu mengoreksi diri dalam proses pembelajarannya. Apakah saya sudah melakukan pembelajaran bermutu dengan cara mengajukan pertanyaan bermutu? Guruharus merasa berdosa bila mengajukan pertanyaan tak bermutu. Pertanyaannya monoton, tidak merangsang peserta didik untuk berpikir.

Cara bertanya juga harus dikuasai dengan baik oleh guru. Menurut paedagogik, cara bertanya yang baik adalah pertanyaan dulu, baru disebutkan nama peserta didik. Beri waktu sesaat sebelum menyebut nama peserta didik yang harus menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Jangan langsung menyebut nama peserta didik. Ini untuk memberi kesepatan peserta didik berpikir. Setelah peserta didik menjawab benar. Pujilah, umpamanya dengan kata, ya bagus. “Baik sekali jawaban kamu, Di.” Misalnya. Menyebutkan namanya dengan pujian merupakan sebentuk penghargaan.

Bila jawaban peserta didik salah atau kurang tepat, sampaikan pujian pula. Segera alihkan pertanyaan yang sama kepada peserta didik yang lain. Jangan menyalahkan jawaban peserta didik. Dan jangan pula mengejeknya. Misalnya, “ah pertanyaan seperti ini tak bisa juga.” “Apa yang kamu pelajari selama ini.” “Mengherankan! Padahal anak TK tetangga ibu/bapaktak perlu berpikir panjang untuk menjawabnya.”

Persoalan seperti ini nampaknya sepele. Namun, berdampak luas. Bila pola pembelajaran seperti ini berlanjut, bisa dipastikan potensi berpikir peserta didik akan stagnan, mandek. Peserta didik akan malas mengikuti pelajaran guru yang tidak menghargai dirinya.

Menyadari akan pentingnya pertanyaan dalam proses pembelajaran, guru dituntut agar selalu mengembangkan diri. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada peserta didik harus selalu merangsang berkembangnya daya kognisi dan konasi berpikir mereka.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline