Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Berjanji Sangat Mudah, tapi Menepatinya Tidak Semudah Itu

Diperbarui: 14 September 2017   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Depositphotos

Mengumbar Janji Sangat Mudah
"Opa, boleh minta buku karya tulisnya ?" tanya ponakan cucu saya. Dan dengan mudah saya menjawab :"Boleh boleh Yen, besok Opa kirim yaa" Jawab saya.Tapi karena berbagai kesibukan saya lupa.

Dua minggu berlalu dan saya malah tidak mengingat sama sekali bahwa saya sudah berjanji untuk mengirimkan buku karya tulis saya yang berjudul " Meraih Sukses" yang diterbitkan oleh PT Elekmedia Komputindo di Jakarta.

Ada pesan lewat WA dari Yenny " Opa, bukunya belum tiba saya sangat berharap "

Ada nada kecewa dalam pesan tersebut. Saya baru sadar diri, bahwa saya sudah mengecewakan orang lain dengan janji yang belum ditepati. Oleh karena itu, saya menyempatkan diri untuk mengirimnya via kilat khusus dan sangat lega 2 hari kemudian buku sudah diterima Yenny keponakan cucu kami.

Apa yang bagi Kita Tidak Penting, Ternyata bagi Orang Lain Sangat Penting

Kejadian di atas hanya sebuah contoh kecil, betapa hal yang bagi kita tidak penting, tapi bagi orang lain ditunggu-tunggu. Sejak saat itu, setiap kali saya berjanji selalu saya catat di HP agar jangan lagi pernah mengecewakan orang lain, siapapun adanya.

Jangan Berjanji, Bila Tidak Bisa Menepati

  •   Menghadirkan rasa kekecewaaan dalam diri orang lain
  •   Mencederai hubungan persahabatan/ kekeluargaan
  •   Memudarkan rasa hormat dan penghargaan orang terhadap diri  kita
  •   Menimbulkan rasa tidak dihargai bagi orang yang menunggu janji kita

Teringat Sewaktu Kami Hidup Melarat

Kejadian kecil di atas mengingatkan saya tentang kejadian sewaktu kami masih hidup melarat. Putra kami yang waktu itu masih berusia 6 tahun mengalami kejang-kejang, Untuk ke dokter uang sama sekali tidak ada. Barang perhiasan istri sudah ludas dijual. Maka dengan menebalkan kulit wajah, saya datangi rumah Om kami untuk meminjam uang. 

Ketika tiba di depan rumahnya, ternyata Om saya pas sudah berada dalam kendaraannya. Maka dengan apa boleh buat, saya datangi dan langsung saja minta pinjam uang. 

"Effendi, Om lagi buru-buru. Kamu datang ke kantor saja, nanti Om telpon sekretaris Om ya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline