Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Terkadang Pilihan Itu Menyakitkan

Diperbarui: 27 April 2017   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona



Memilih Yang Terbaik dari Yang Terburuk

Ketika kita berbelanja di Super Market,maka kita mendapatkan kesempatan untuk memilih barang ataupun buahan yang terbaik  menurut selera kita.Akan tetapi ,dalam perjalanan hidup,ada kalanya, kita dihadapkan pada kondisi,memilih yang terbaik ,dari yang terburuk.

Seringkali, kehidupan digambarkan bagaikan sebuah perahu yang sedang belayar. Nakhodanya adalah diri kita sendiri. Dan semua orang memahami,bahwa tidak ada manusia yang dapat menjamin,bahwa akan selamanya samudra itu tenang  dan menyenangkan. Tidak jarang terjadi,secara tanpa diduga, datang badai ,yang menyebabkan gelombang yang amat besar. Akibatnya ,perahu terombang ambing ,bagaikan sabut kelapa di permainkan gelombang .Air mulai menggenangi perahu. Dalam kondisi buruk ini,maka Kapten kapal,tidak mempunyai pilihan,selain dari membuang semua muatan kapal kelaut. Walaupun pasti akan mengalami kerugian yang amat besar dan resiko diperkarakan,namun keputusan harus diambil. "Buang semua muatan kapal atau tenggelam bersama"

Maka dalam kondisi yang terburuk ini, Kapten kapal harus menentukan pilihan, yakni memilih yang terbaik dari yang terburuk. Membuang seluruh muatan kapal yang sangat bernilai atau kehilangan kehidupan yang tak ternilai. Saat saat seperti ini, seorang Kapten kapal di tuntut untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang cepat dan tepat. Badai dan gelombang tidak memberikan kesempatan untuk berunding atau merenung.

"Lakukan sekarang atau tidak pernah lagi ada kesempatan"  Dalam saat saat genting inilah sikap mental seorang Kapten Kapal diuji. Mampukah ia mengambil keputusan yang cepat atau tidak .. Karena mempertaruhkan antara harta yang sangat tinggi nilainya dan kehidupan yang tidak ternilai.

Maka kita sering mendengarkan,bahwa karena badai dan gelombang tinggi, Kapten kapal memutuskan untuk membuang semua muatan kapal kelaut lepas,demi untuk menyelamatkan jiwa para penumpangnya. Pernah di pantai kota Padang,suatu hari,nelayan bukannya sibuk menangguk udang ataupun menjala ikan,melainkan menangguk berkarung karung cengkeh yang di buang kelaut.dari kapal antar pulau yang mengangkutnya,karena ditengah laut,diterpa gelombang.

Refleksi Diri

Dalam kehidupan ,sesungguhnya kita juga ibarat berlayar menuju kepulau impian masing masing, Gelombang kehidupan yang  terkadang menerpa kehidupan kita, bahkan terkadang jauh lebih ganas daripada gelombang di samudra lepas.Walaupun berbeda alamnya ,namun kondisi yang tercipta ,adalah sama,yakni memilih:" Berusaha menyelamatkan apa yang masih dapat diselamatkan atau membiarkan semuanya hancur"

 Dan kita sebagai Kapten kapal kehidupan, juga dituntut keberanian dan ketegasan dalam mengambil keputusan. Berpikir itu baik,karena pikir adalah pelita hati. Namun ada kalanya, kondisi tak memungkinkan kita untuk berpikir lama lama. Kita dihadapkan pada pilihan :” It’s now or Never”.Lakukanlah sekarang juga atau anda akan kehilangan segala galanya!

The Last Choise

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline