Lihat ke Halaman Asli

Titiek Septiningsih

IRT yang merangkap sebagai ASN dan mencoba mengasah kemampuan menjadi penulis

Cerdas Beragama ala Kartini

Diperbarui: 21 April 2020   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

R.A. Kartini (Foto : Wikimedia Commons)

Saya tidak ingat kapan persisnya bertemu dengan buku itu, tanpa sengaja, mungkin setahun atau beberapa tahun yang lalu di perpustakaan daerah. Habis Gelap, Terbitlah Terang karya Amijn Pane.

Sekilas, tidak ada yang menarik dari buku ini, dari sisi sampul, maupun isinya yang masih menggunakan ejaan lama. Tapi, bukan itu intinya. Menurut saya, hanya itulah satu-satunya cara agar saya bisa mengenal R.A. Kartini, yaitu melalui tulisannya. 

Saya sudah lama mengenal buku ini, sejak zaman SD. Tapi, hanya sebatas judul. Saya juga sudah lama kenal dengan R.A. Kartini, tapi hanya sebatas nama dan tahu kalau beliau adalah pahlawan emansipasi wanita. Sedangkan emansipasi seperti apa yang diperjuangkannya sama sekali masih samar.

Rasa penasaran terhadap sosok R.A.Kartini bertambah seiring dengan semakin seiringnya penggunaan kebaya di hari Kartini. Maaf...bukan berarti saya tidak suka dengan kebaya. 

Tapi, pernahkah terbayang harus naik motor membawa dua orang krucil plus tas sekolah dan tas-tas lainnya menggunakan kebaya? Selain itu, kenapa di Hari Kartini harus menggunakan kebaya? 

Kenapa Kartini hanya dikenang dari kebayanya? Jawabnya mudah, karena hanya sebatas itulah pengetahuan kita tentang Kartini.

Diantara sekian banyak surat beliau, saya tertarik dengan sebuah surat yang ditulis pada tanggal 6 November 1899 dan ditujukan kepada Nona Zeehandelaar. Sebuah kritikan tentang hakikat agama. 

Seharusnya agama itu adalah rahmat bagi manusia, dapat mempererat hubungan silahturahim segala mahluk Allah. Bersaudara bukan karena seibu sebapak, melainkan karena semua adalah mahluk-Nya. 

Namun kenyataannya, agama justru menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan hanya karena perbedaan cara mengabdi serta perbedaan tempat menyeru kepada Tuhan Yang Esa. Agama harus menjaga kita dari berbuat dosa, tetapi berapa banyak dosa diperbuat orang atas nama agama?

Masya Allah. Tulisan beliau begitu dalam maknanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline