Lihat ke Halaman Asli

AKHMAD FAUZI

TERVERIFIKASI

Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

Ketinggian “Cinta” Wanita (Kisah Sufistik)

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1429792757917466754

Siapa yang tidak kenal Malik bin Dinar. Di kalangan para sufi, ketenaran beliau sulit ditandingi oleh lainnya. Dua keunikan yang saya lihat karakter sosok sufi ini, 1) menjadikan limpahan kekayaan untuk melempangkan pencariannya terhadap asupan kalbu dan 2) pengembaraan selama umur yang dimiliki –pun- itu semua diniatkan untuk menyempurnakan “pencariannya” itu.

Menjadi batal, jika ada yang mengatakan tipologi sufi senantiasa sejajar dengan menjauh dari dunia, lusuh, dan menyendiri. Sejarah hidup beliau bisa menjadi penguat keyakinan jika sufi polanya lebih pada “proses pencarian”. Tentu yang dicari adalah keagungan Dzat Yang Maha Agung, Allah swt.

Dzat yang menyiratkan simbol-simbol segala kebaikan, kelembutan, dan kasih sayang. Maka patut dipastikan, ketika hati dalam pencarian Tuhan, haram baginya untuk merujuk pada kekerasan, kebencian, dan seterusnya.

Syahdan, tatkala beliau berada di sebuah tempat. Kaum di daerah itu semua membicarakan dua nama yang terceritakan dengan begitu anggunnya. Hampir setiap kali Malik bin Dinar bertanya tentang keduanya selalu dijawab dengan kisah-kisah yang menginspirasi dan berhikmah.

Sebagai “sufi pengembara”, Malik bin Dinar tertarik dengan kedua sosok itu. Sepasang manusia yang menjadi buah bibir manis dengan segala kebaikan-kebaikan kisahnya. Tanpa berpikir panjang, Malik bin Dinar melangkah untuk menemui dua sepasang sufi itu. Dalam benaknya penuh tanda tanya, benarkah yang dicerita oleh banyak orang tentang ketinggian ilmu dan keanggunan pekertinya? Sebagaimana biasanya, Malik bin Dinar ingin mereguk hikmah dari yangdi carinya itu. Begitulah memang Malik bin Dinar.

Setelah jauh menempuh perjalanan mencari keberadaan dua sufi itu, sampailah beliau pada kota di mana kedua (laki-laki dan perempuan) sufi itu berada. Tidak sulit bagi Malik bin Dinar untuk menemukan rumahnya.

Terkejut Malik bin Dinar ketika menemukan dua sufi yang dicarinya ini hanya duduk bersila beradu sudut saling menatap saja. Lebih terkejut, melihat bibir keduanya membasah oleh gerakan dzikir disertai linangan air mata.

Rasa penasaran yang ada semakin menguat ketika dikaitkan dengan kisah-kisah yang hebat seprti yang diceritakan orang-orang tentang keduanya. “Apanya yang hebat…”, batin Malik bin Dinar sambil terus mengamati keduanya.

“Apa yang menjadi motivasimu untuk menemui, hai saudaraku, Malik bin Dinar…?”. Tiba-tiba terucap kalimat itu dari sufi laki-laki.

Terkejut benar Malik bin Dinar mendengar namanya di sebut. “Dari mana dia tahu nama saya?”, bisik Malik bin Dinar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline