Lihat ke Halaman Asli

Erika Ernawan dan Erik Pauhrizi, Migrasi di Rumah Sendiri

Diperbarui: 22 November 2017   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Mempertanyakan kembali, berdiskusi, melakukan penjelajahan artistik, kembali berunding adalah beberapa tahap dari proses kreasi yang dilakukan oleh Erika Ernawan dan Erik Pauhrizi.

Satu foto hitam- putih, menampilkan sosok wanita hamil tengah berdiri dengan baju yang diangkat sampai ke atas perut, sembari menatap kamera. Wanita itu tak lain adalah Erika.

Seketika saya langsung menyukai foto dengan ukuran 80x120 cm tersebut, saat itu juga saya langsung teringat dengan ibu saya sendiri. Ada suatu kejujuran yang hadir dalam karya tersebut. Terlihat agung layaknya foto seorang anggota kerajaan, foto dengan bingkai bewarna emas itu menjadi sebuah peringatan, simbol akan pentingnya sosok ibu dalam keluarga, betapa besar nya peran seorang ibu sesuai dengan ukuran foto.

Melalui foto itu, Erika ingin bercerita mengenai kehidupan dan kematian, bagaimana seorang wanita mempertaruhkan nyawa nya saat melahirkan, namun pada saat yang sama memberikan suatu kehidupan yang baru. Taruhan nyawa diganti nyawa.

Pernah menyicip residensi di Jerman, wanita kelahiran 1986 ini mendapatkan banyak pengalaman baru. Salah satunya merasakan kepedulian pemerintah kepada masyarakat dalam hak yang sangat dasar, yaitu minum. Seperti yang kita ketahui, di Eropa, air dapat diminum secara langsung dari kran nya. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia, tanah kelahiran sang perupa. Hak dasar ini menjadi suatu pertanyaan di benak Erika.

Sekembalinya dari Jerman, Erika melakukan uji coba terhadap air sungai yang mengalir di belakang rumahnya, di Arcamanik, Bandung. Hasil uji coba menunjukkan betapa terkontaminasinya air sungai tersebut, sehingga tidak layak untuk diminum secara langsung. "Di Indonesia air untuk diminum saja dijual, seolah- olah mendukung air minum untuk dijual. Padahal air, tanah itu kan dasar kekuatan manusia" jelas Erik.

Melalui performans, Erika melakukan kritik yang dilandasi oleh kerusakaan alam dan sikap modernisme tersebut dengan menggantungkan diri secara terbalik di atas sungai yang kemudian ditampilkan kembali oleh teman-teman performans-nya, diabadikan dalam foto yang dibalut dengan lukisan abstrak.

dokumentasi pribadi

Pameran yang diadakan di Can's Gallery ini juga menghadirkan 18 panel dengan media campur yang berwarna di ruang tengah. Masing Panel berukuran 240 x 360 cm dan dipajang dalam satu dinding yang sama membuatnya terkesan besar.

Sekilas setiap panel terlihat mempunyai corak yang hampir mirip, namun berbeda, terdapat pergerakan cat yang terasa saling mengikuti, ada semacam dialog antara pasangan perupa ini melalui sapuan kuas dan warna di karya yang kolaboratif satu ini. Panel dengan judul Montage ini nyatanya merupakan bahasa visual antara Erik dan Erika.  Seperti diskusi, mereka saling berbicara antara satu sama lain, dengan gagasan, bahasa, gestur masing- masing pribadi. Sapuan kuas yang ekspresionis juga merupakan gestur Erika yang mencoba untuk masuk ke dunia nya Erik. Sebuah kompleksitas yang tidak dapat diilhami dengan melihat sekilas saja.

Pasangan seniman ini mengaku, meski sudah menjadi suami- istri, masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda terutama dalam hal berkesenian. Diskusi menjadi bentuk komunikasi mereka dalam berpendapat, bentuk komunikasi ini yang kemudian muncul dalam karya ini.

dokumentasi pribadi

Di sisi ruangan yang lain, Erik menghadirkan kisah mengenai pengungsi dengan sudut pandang yang berbeda, menempatkan diri di kacamata para pengungsi itu sendiri.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline