Lihat ke Halaman Asli

Tamara Palupi

owner of God's given so called positive vibes

mood

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

*dipindahkan dari http://pipikurara.multiply.com  .milik sendiri*

Minggu yang cukup sunny and hot di sini (Bekasi) what about there? wherever you are my mp pals.  Hari ini saya ingin sekali menulis, dan walaupun dalam benak saya sudah ada beberapa poin penting untuk dibahas, namun rasanya kurang akurat untuk diterjemahkan lebih lanjut.

Tapi lalu kok saya jadi agak tidak mood dengan topik-topik tadi ya (tapi tetep pengen nulis, sambil menunggu upload music di mp) Well, jadilah "mood" adalah topik yang akan saya angkat kali ini. Berawal dari sebuah pertanyaan besar dalam menulis, dan bisa jadi dalam segala aspek kehidupan kita.

"Haruskah sesuatu yang kita kerjakan berawal dari mood yang bagus?"
"Bisakah kita mengerjakan hal-hal apapun itu meskipun sedang tidak dalam mood yang bagus?"
"Darimana 'label' mood itu berasal? Kenapa orang sering mengkambinghitamkan mood sebagai excuse untuk tidak 'bergerak'? "

Banyak pertanyaan-pertanyaan serupa yang hampir setiap detik muncul.  Dan jawabannya terkadang muncul beberapa saat kemudian, tapi juga seringkali belum muncul sampai saat ini.

Lalu teringat perbincangan dengan salah seorang teman di YM.
saya : "Gw mau belajar gambar, buat terapi gw in order to lebih sabar"
teman : "Kalo terapi gw sih nulis Pi...soalnya penulis gak boleh nulis hal-hal sentimentil di dalam tulisannya, musti lebih hati-hati.  Kalo nulis hal-hal sentimentil, itu namanya diary"
saya : (membenarkan dalam hati) "heheee..."

Oleh karena itu, saya sedikit "memaksa" diri kali ini untuk tetap menulis di multiply, dengan sebuah faith - kepercayaan bahwa menulis akan membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik, including lebih sabar, lebih teliti dan lebih konsentrasi. Saya akan berusaha untuk "tidak mengenal" apa itu mood, but let's observe a bit about 'mood'.

Dari wikipedia, terms 'mood' berarti 'a relatively long lasting, affective or emotional state. Moods differ from simple emotions in that they are less specific, less intense, and less likely to be triggered by a particular stimulus or event.' Humm...ternyata demikian.  Mood berbeda dengan emosi dalam konteks waktu berlangsungnya.  Mood ternyata memiliki rentang waktu lebih panjang daripada sekedar 'emosi', biasanya mood akan berlangsung beberapa jam atau beberapa hari.  Tapi berbeda juga dengan temperamen atau karakter individual yang memiliki konteks rentang waktu lebih lama.  Lalu apalagi yang bisa kita gali dari mood?

Menurut psikologis Robert Thayer, mood adalah produk dari dua dimensi yaitu energi dan kekhawatiran (tension) Seseorang akan bisa merasa sangat enerjik dan terlalu kelelahan atau juga merasa tenang.  Menurut Thayer, orang akan merasa paling nyaman di saat mood menunjukkan level "calm-energic" mood.

Beberapa orang biasanya menstimulus mood mereka dengan menggunakan makanan. Tidak heran bahwa beberapa orang bersemboyan "makanlah cokelat ketika kita sedang patah hati", karena memang ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara makan makanan enak dengan membaiknya mood kita.  Lalu dikatakan juga bahwa efek buruk "bad mood" dapat diminimalisir dengan berjalan kaki.  Thayer menyarankan berjalan kaki sebagai sarana untuk meningkatkan kebahagiaan. Cobalah salah satu atau kedua-duanya jika anda sedang dilanda bad mood, mungkin akan berhasil untuk sedikit mengeliminasinya.

Dari beberapa hal di atas saya mengamati dan menyimpulkan sesuatu
1.  Mood adalah hasil olah pikir manusia,
dimana kita seringkali mensegmentasi semua hal.  Adanya emosi-mood-karakter individual seperti halnya detik-menit-jam, kelas bawah- menengah-kelas atas atau juga masa lalu-masa kini dan masa yang akan datang.  Semua hal tersebut diciptakan oleh manusia  sebenarnya untuk memudahkan kita untuk menghadapinya, memilah-milahnya dan untuk menganalisanya lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan kita.  Dan saya seringkali lebih memilih untuk memandang bahwa semuanya itu 'tidak ada'.  Semua segmentasi itu hanyalah maya, sehingga jika seandainya dalam satu detik anda merasa 'saya sedang bad mood' , segeralah berpikir bahwa mood itu tidak ada dan jangan fokus ke mood tadi, melainkan fokuslah kepada tujuan anda.  Tapi anda harus ingat, tujuan anda ini haruslah sesuatu yang sangat kuat dan jelas.  Jika kurang kuat dan kurang jelas, saya bisa pastikan bahwa mood anda akan menang.
2. Tentang cara menghadapi mood yang buruk kaitannya dengan berjalan kaki.
Saya jadi berpikir, apakah bangsa kita ini jadi "tidak karuan" seperti ini karena berawal dari masyarakatnya yang makin hari makin malas berjalan kaki? Dari malas berjalan kaki, menjadikan mood jelek, tidak perka terhadap lingkungan, lalu mengarah kepada pembentukan individual yang kurang berkarakter baik, lalu mengatasi masalah dengan cara yang kurang baik, lalu bersikap semaunya saja, lalu tidak mau taat pada peraturan, lalu kacau, lalu, lalu, lalu...? seperti inilah bangsa Indonesia?
Mungkin saja.
3. Menjawab pertanyaan pertama, "Haruskah sesuatu yang kita kerjakan berawal dari mood yang bagus?" - saya benar-benar ingin membuktikan bahwa jawabannya adalah "tidak!"
4. "Bisakah kita mengerjakan hal-hal apapun itu meskipun sedang tidak dalam mood yang bagus?" - seharusnya bisa, karena masih ada aspek-aspek lain seperti halnya tanggung jawab moral dan lain-lain.
5. "Darimana 'label' mood itu berasal? Kenapa orang sering mengkambinghitamkan mood sebagai excuse untuk tidak 'bergerak'? " - Asalnya dari hasil olah pikir manusia dan seharusnya tidak ada alasan untuk mengkambinghitamkan mood sebagai alasan untuk tidak bergerak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline