Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Hikmah Idul Fitri 1441 H; Kenapa Harus Fitrah?

Diperbarui: 23 Mei 2020   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

Seumur-umur, mungkin baru kali ini. Suasana Idul Fitri 1441 H hanya #DiRumahAja.

Sebulan penuh sholat tarawih di rumah saja. Bahkan Sholat Id pun di rumah saja. Sesuai imbauan, untuk mencegah penularan Covid-19. Tentu, tanpa mengurangi makna kesucian diri. Insya Allah, semua ibadah sepanjang Ramadhan 1441 H diterima Allah SWT. Sebagai tanda, kita kembali ke keadaan fitrah. Suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan.

Untuk sebagian orang, fitrah juga bisa dimaknai "kembali ke titik nol".

Karena setelah sebulan penuh ditempa ibadah puasa dan berjuang untuk melawan hawa nafsu. Maka bila berhasil (khusus yang berhasil), maka si manusia itu persis seperti dilahirkan kembali. Manusia yang dibebaskan (bukan terbebas) dari dosa dan salah, akibat mampu berjuang melawan hawa nafsu. Sebuah fitrah manusia dalam memperbaiki hubungan dengan Allah SWT maupun sesama manusia lainnya. Itulah fitrah.

Maka benar, fitrah sama dengan kembali ke titik nol.

Karena angka nol adalah angka netral. Tidak plus tidak minus. Maka Idul Fitri seyogyanya menjadi simbol kefitrahan manusia; keadaan yang suci seperti asalnya lagi. Maka setelah itu, di tangan si manusia pula untuk kembali memilih "jalan kehidupannya". Hidup yang mau lebih banyak nilai plus (+) atau minus (-). Kehidupan yang berpihak kepada kebaikan atau keburukan.

Tapi yang pasti, fitrah itu bukan soal fisik atau yang tampak kasat mata.

Fitrah adalah persoalan batin, soal hati; sesuatu yang ada dalam diri manusia. Dalam bahasa Arab, fitrah dapat diartikan "membuka atau menguak" dan dapat dimaknakan sebagai asal kejadian manusia, keadaan yang suci, atau kembali ke asal. Lain halnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "fitrah" diartikan sebagai sifat asli, bakat, pembawaan perasaan keagamaan.

Jadi fitrah, bukanlah soal fisik melainkan batin.

Sepanjang manusia masih cinta pada dunia dan aksesorinya, maka fitrah sesungguhnya belum melekat pada dirinya. Fitrah itu tidak menghendaki penyakit cinta dunia tetap bersemayam dalam diri manusia. Adalah fitrah manusia cinta pada keindahan, tapi bukan berarti harus diperbudak oleh keindahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline