Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Ketika Sekolah Tidak Diperlukan di Kaki Gunung Salak

Diperbarui: 8 Maret 2020   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi pribadi

Di Kaki Gunung Salak, saya terdampar dengan sengaja dalam tiga tahun terakhir.

Meninggalkan kegaduhan yang luar biasa kota besar. Menjauhi ruang-ruang yang terlalu banyak celoteh tanpa ada yang diperbuat. Melepaskan segala benci dan prasangka buruk yang telah merasuki hati nurani kaum terdidik. Tentang apapun yang diributkan. Karena itu semua sudah tidak menarik lagi untuk diperbincangkan.

Di Kaki Gunung Salak ini, saya mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Sebuah taman bacaan sebagai tempat bernaung anak-anak kampung yang selama ini jauh dari akses buku bacaan, bahkan terancam putus sekolah. Akibat soal ekonomi. Dan kini, tidak kurang dari 50 anak usia sekolah SD-SMP telah menjadi pembaca aktif di taman bacaan. 

Anak-anak yang rutin 3 kali seminggu membaca buku dan mampu "melahap" 5-8 buku per minggu. Ada pula 10 ibu-ibu buta huruf yang secara rutin belajar bacatulis dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka. Jauh sebelumnya, saya secara pribadi pun mengadakan pengajian yatim binaan setiap bulan. Ada sekitar 10 anak yatim yang secara rutin tiap bulan mengaji. Agar 1) tetap bisa sekolah dan 2) menasehati anak yatim yang telah lama kehilangan sosok ayah. Semuanya berlangsung hingga kini, atas nama cinta dan berpijak pada pengabdian serta kepedulian.

Maka hari ini, bila ada kaum yang telah belajar di sekolah hingga ke perguruan tinggi. Lalu menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur sambil mengabdikan diri kepada masyarakat. Sungguh di benak saya, lebih baik pendidikan itu tidak ada sama sekali. Untuk apa sekolah? Bila hanya untuk memperbesar ego dan hawa nafsu.

Sekolah sama sekali tidak diperlukan. Bila tujuannya:

1. Agar bertambah pengetahuan tapi tidak ada manfaatnya untuk orang lain.

2. Agar bisa meraih karier atau pekerjaan tanpa adanya empati untuk berbagi pada kaum yang membutuhkan.

3. Agar memperkuat karakter hanya sebatas teori tanpa pernah diimplementasikan.

4. Agar memperoleh pencerahan tanpa bisa mencerahkan orang lain.

5. Agar ikut membantu kemajuan bangsa walau hanya sebatas narasi, faktanya tidak ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline