Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Kisah Negeri Doyan Kisruh

Diperbarui: 27 Februari 2020   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Entah di belahan bumi bagian mana? Alkisah, ada negeri yang gemar sekali kisruh. Soal rambut guru digunduli kisruh. Gara-gara berenang bisa bikin hamil pun kisruh.

Kemarin, ada kongres "partai biru" dibikin kisruh. Karantina WNI di Natuna kisruh. Revitalisasi Monas kisruh. Kawasan TIM mau dipugar kisruh. TVRI yang televisi anteng pun ikut kisruh. Banjir pun berakhir ricuh. Semua kisruh. Jadi bolehlah, disebut "negeri doyan kisruh".  Suatu negeri yang gagal mengelola masalah. Gemar sekali kekacauan, kekisruhan. Lama-lama, BCL yang lagi sendirian pun bisa dibikin kisruh.

 Di negeri doyan kisruh. Segala hal bisa dipersoalkan.

Mungkin motto hidupnya "kalau bisa dipersoalkan, mengapa harus didiamkan?". Bak negeri centang perenang, negeri yang morat-marit. Negeri yang suka kisruh. Kacau alias tidak beres. 

Apa saja dibikin berantakan. Hoaks dipercaya. Fakta sebenarnya malah disangka buruk. Hingga memberi komentar di media sosial pun jadi kisruh. Kacau-balau. Kisruh, bukan hanya tidak bermanfaat. Bahkan membuang waktu untuk kegiatan yang sia-sia, tidak produktif.

Rakyat di "negeri doyan kisruh" semuanya ingin maju. Ingin makmur dan damai sentosa. Tapi di saat yang sama, perilakunya mengundang kisruh. Sikapnya berantakan. Bila tidak mengisruhkan ya dikisruhkan. 

Konon, di negeri doyan kisruh. Kekacauan sudah mendekati hobby. Mungkin sebentar lagi, budaya kisruh pun akan jadi bahaya laten. Akibat gemar membenarkan pikirannya sendiri. Sudah tidak mau tabayun. Terlalu egois. Dan kepintarannya melampaui batas. 

Di negeri doyan kisruh, aturan hanya dianggap di atas kertas. Etika hanya berlaku di ruang-ruang religius. Alhasil, setiap perbedaan hanya bisa diselesaikan dengan cara-cara kisruh. Marah-marah, ngotot dan emosi dipublikasikan ke banyak orang, dijual ke ruang publik. Dan saya pun, menonton tayangan kekisruhan. Entah, siapa yang salah?

Entahlah, kapan negeri doyan kisruh itu berhenti dari kisruh?

Maaf ya, bukan anti kisruh. Tapi selalu saja ada alasan untuk bikin kisruh. Kisruh itu boleh, tidak haram. Asal jelas duduk perkaranya. Dan tetap berpijak pada akal sehat dan hati nurani. Lagipula, hidup manusia pun tidak ada yang sempurna. Apalagi negeri yang luas dan melimpah rakyatnya.  

Jadi, wajar ada kisruh. Namun yang mengerikan, bila kisruh dipertontonkan akibat sentiment atau rasa benci yang berlebihan. Segalanya harus diperdebatkan, dipertengkarkan. Sungguh, peradaban yang mengerikan ada di negeri doyan kisruh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline