Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Menulis Ilmiah adalah Kompetensi

Diperbarui: 4 September 2016   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi Pribadi

Menulis ilmiah. Apa itu menulis ilmiah?

Banyak orang memahami Menulis Ilmiah sebagai mata kuliah atau bahan pembelajaran semata. Kita sering lupa Menulis Ilmiah itu berasal dari “menulis” yang berarti perbuatan atau perilaku menuangkan ide/gagasan secara tertulis. Sedangkan “ilmiah” berarti bersifat ilmu; memenuhi kaidah ilmu pengetahuan. Sangat jelas bahwa Menulis Ilmiah merupakan perilaku dalam menuangkan ide/gagasan secara tertulis yang memenuhi kaidah ilmu pengetahuan. Maka wajar “menulis ilmiah” antonimnya adalah “menulis nonilmiah”.

Menulis Ilmiah dalam realisasinya bukan mata kuliah atau pelajaran. Tapi perbuatan nyata dalam menuangkan ide/gagasan ilmiah secara tertulis. Menulis Ilmiah adalah kompetensi.

Mengapa Menulis Ilmiah sebagai kompetensi?

Karena banyak orang belajar Menulis Ilmiah tapi pada akhirnya tetap tidak bisa menulis ilmiah. Karena banyak guru atau dosen Menulis Ilmiah yang hanya mengajarkan materi tapi tidak memberi contoh nyata untuk menulis ilmiah. Menulis Ilmiah menjadi gagal ketika para pembelajar tidak mampu menulis ilmiah, ketika pengajar tidak mau dan tidak mampu menjadi contoh dalam menulis ilmiah. Menulis Ilmiah hanya sebatas dipelajari, tetapi tidak dilakukan. Jangan menjadi terbiasa menulis ilmiah, melatiih untuk menulis ilmiah saja tidak dilakukan. Sekali lagi, menulis ilmiah adalah kompetensi.

Mengapa Menulis Ilmiah?

Karena minat dan jumlah tulisan ilmiah di Indonesia masih sangat rendah. Data dari Scientific American Survey (1994) menunjukkan bahwa kontribusi tahunan Scientist dan ScholarsIndonesia pada pengetahuan (knowledge), sains, dan teknologi hanya 0,012 persen. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura 0,179 persen. Apalagi dibandingkan kontribusi ilmuwan di AS yang mencapai 20 persen. Data lain, di Indonesia hanya ada 0,8 artikel per satu juta penduduk, sedangkan di India mencapai 12 artikel per satu juta penduduk. Dalam hal Menulis Ilmiah, Indonesia berada di posisi terendah dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, atau Thailand.

Itulah landasan mengapa penting belajar Menulis Ilmiah lalu punya perilaku atau kebiasaan untuk menulis secara ilmiah. Sekali lagi, Menulis Ilmiah adalah kompetensi.

Mengapa perilaku menulis ilmiah di Indonesia rendah? Mengapa tidak banyak tulisan ilmiah di Indonesia?

Ada berbagai kemungkinan jawabnya. Bisa karena orang pintar, guru, dosen tidak punya minat atau tidak bisa menulis ilmiah, baik dalam bentuk artikel atau buku. Bisa juga karena rendahnya minat baca masyarakat sehingga tidak ada bahan atau rujukan untuk bisa ditulis. Rendahnya perilaku menulis ilmiah bisa disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya tidak cinta menulis, tidak punya waktu dan menulis tidak ada uangnya. Wajar jikia guru atau dosen hanya senang menghabiskan waktu untuk mengajar. Tidak punya waktu untuk menulis. Buat mereka, menulis dianggap belum menjadi sumber pendapatan tambahan. Inilah tantangan terberat dalam Menulis Ilmiah.

Lalu, apa solusi dalam belajar Menulis Ilmiah?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline