Lihat ke Halaman Asli

Sukarja

Pemulung Kata

Cara Sederhana Masyarakat Mengartikan Perdagangan Carbon untuk Mengurangi Polusi

Diperbarui: 4 Oktober 2023   23:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ilustrasi Menanam Pohon/sumber: Freepik.com

Baru-baru ini, tepatnya Selasa (26/9/2023), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan bursa karbon di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Kata Jokowi, potensi karbon kredit yang ditargetkan mencapai lebih dari Rp 3.000 triliun. 

"Di catatan saya ada kurang lebih 1,3 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai potensinya Rp 3.000 triliun bahkan lebih, sebuah angka yang besar," begitu kata Jokowi, seperti yang dikutip Kompas.com (26/9/2023).

Ilustrasi Perdagangan carbon/sumber: icdx.co.id

Apa yang disampaikan Presiden Jokowi di atas, untuk sebagian orang, tentu saja sangat membingungkan, terlebih lagi masyarakat awam. Kok bisa karbon atau sebut saja polusi udara bisa dijual? 

Dalam bahasa yang sederhana, sebenarnya yang diperjualbelikan adalah izin melepaskan polusi. 

Hal ini sudah menjadi kesepakatan global, bahwa negara-negara yang mengotori bumi wajib membayarkan kompensasi atas tindakannya itu pada negara-negara lain yang tetap menjaga hutan dan lingkungannya tetap bersih dari polusi.

Secara rinci, begini penjelasannya. Perdagangan karbon adalah seperti jual-beli izin untuk melepaskan polusi. 

Ini seperti sertifikat atau izin yang mengizinkan orang atau perusahaan untuk melepaskan sejumlah karbon dioksida (CO2) ke atmosfer. 

Izin ini disebut "kredit karbon" atau "kuota emisi karbon." Setiap kredit karbon mewakili pengurangan satu ton emisi CO2. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline