Lihat ke Halaman Asli

Suyito Basuki

TERVERIFIKASI

Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pameran Seni Rupa Suryakalangwan: Sebuah Cahaya Keindahan

Diperbarui: 8 Oktober 2022   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Didik Ninithowok usai meresmikan pameran (Foto: Dokumen Pribadi)

Pameran Seni Rupa Surya Kalangwan: Sebuah Cahaya Keindahan

Oleh: Suyito Basuki

Bertempat di Resto nDalem Suryaguritnan, Jl. Siliran Lor No. 28 Panembahan, Kraton, Yogyakarta, 2-9 Oktober 2022 ini diadakan pameran seni rupa.  Pameran yang diikuti oleh puluhan perupa dari berbagai kota, yakni Kutoarjo, Purworejo, Purwokerto, Mojokerto, Solo dan Yogyakarta sendiri dibuka oleh seorang penari kondang Didik Ninithowok.  Perupa yang tampil dari berbagai usia.  Yang paling muda adalah dari Solo, masih pelajar SMA.  Perupa tertua adalah Ibu Sedjatiningsih, kelahiran tahun 1942 berasal dari Mojokerto Jawa Timur.  Ibu Sedjatiningsih ini seorang sarjana hukum lulusan UNDIP Semarang.  Lukisanya banyak bertemakan legenda laut . Setelah merampungkan gelar sarjana muda di bidang hukum tahun 1963 dia menikah.  Setelah itu ia melanjutkan kuliah lagi.  Tetapi saat bercakap-cakap dengan pelukis Jogja Godod Sutejo, ibu Sedjatiningsih mengaku bahwa ia kemudian lebih menekuni bidang seni rupa.

Surya kalangwan adalah tajuk yang diambil untuk pameran ini.  Arti "surya kalangwan" sendiri adalah cahaya keindahan.  Barangkali karya-karya perupa yang berupa lukisan dengan berbagai aliran inilah yang merupakan cahaya keindahan yang menyejukkan hati para pengunjungnya.  Beberapa aliran lukisan yang ditampilkan dalam pameran dapat disaksikan ada aliran lukisan realis, surealis, ekspresionis, abstrak, dekoratif dan impresionis.

Godod Sutejo tengah mengapresiasi karya Ibu Sedjatiningsih "Putri Cempo", ukuran 100 cmx80 cm. (Foto: Dokumen Pribadi)

Golekana Tapaking Kuntul Nglayang

Hajar Pamadhi, yang menjadi kurator pameran yang dimotori oleh kelompok Kanca Kedhaton ini mengambil ungkapan Jawa: Golekana Tapaking Kuntul Nglayang.  Secara harafiah ungkapan itu berarti: Carilah gambar bekas burung bangau sewaktu terbang.  Betapa sulitnya pekerjaan itu, mencari bayang-bayang burung bangau yang zig-zag terbang.  Tetapi itulah hakekat sebuah karya seni rupa itu.

Menurut Hajar Pamadhi,"Karya seni adalah bekas (hasil) pemikiran seorang seniman tentang perhatiannya terhadap situasi, permasalahan yang sangat abstrak. Karena masalah adalah objek yang tidak tampak namun dapat dirasakan oleh seniman; maka karya seni adalah visualisasi tangkapan permasalahan (sebagai objek formal) yang direpresentasikan ke dalam coretan di kanvas." Selanjutnya Hajar Pamadhi memberi catatan bahwa sebagian, karya-karya terikat oleh objek material yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia, namun juga merupakan objek formal yang hanya dapat dihayati oleh rasa dan logika batiniah. "Seolah, karya seni lukis adalah visualisasi pengembaraan batin seniman seperti kegesitan melayangkan ide dan gagasan dalam karya," demikian pernyataan kurator yang aktif melukis dan menjadi dosen di Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Berbagai Aliran Seni Rupa

Hajar Pamadhi memberi catatan bahwa sederetan perupa atau pelukis, yang menyatakan objek material dengan tampilan realistik adalah Dona R, Eddy Subroto, Fitri Prawitasari, Ignatius Suyudi, K Subagyo, Margono, Noery Diaz, Picuk Asmara, Probo Wulandari, R. Kirman, Rama, Sedjatiningsih, Sigit Suntoro, Bima Prakosa, Yaya Maria, Yohanes Dedi S. Tampilan fisik menunjukkan 'figure garapan' yang mencari objek di sekitar mata, namun ditampilkan dengan sapuan kuas yang berbeda. Beberapa diantaranya menurutnya, mencoba mengelabuhi bentuk realis dengan warna dasar yang dominan, di sisi lain sudah terdapat keberanian pelukis mengejawantahkan bentuk sebagai substansi objek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline