Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Pangkal Bala Percaya Mitos Bunga Edelweiss

Diperbarui: 12 Oktober 2019   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendaki dan edelweiss (sumber foto: IG@pendaki_lestari)

"Prinsip pencinta alam: Tidak mengambil sesuatu kecuali foto, tidak meninggalkan sesuatu kecuali jejak kaki, tidak membunuh sesuatu kecuali waktu."

Hampir setiap pendaki pemburu edelweiss yang penulis temui percaya pada mitos bahwa bunga edelweiss merupakan bunga abadi lambang keabadian cinta. Entah apa dasar rasionalnya, pokoknya percaya saja, namanya juga mitos.

Tidak selalu, tapi pendaki tipe begini biasanya juga percaya pada hal-hal berbau gaib di gunung, seperti hantu, dedemit, penunggu pohon, dan seterusnya. Jika ada pendaki tiba-tiba hilang kesadaran, maka akan langsung divonisnya kesurupan mahluk halus, sekalipun sebenarnya akibat keletihan atau hipotermia.

Karena percaya pada hal mitos demikian, maka salah satu tujuan para pendaki ini mendaki gunung adalah mencari bunga edelweiss, mengagumi, memetik, membawa pulang, lalu memberikannya pada orang tercinta sebagai oleh-oleh sekaligus pembuktian diri, dan sebagian lainnya disimpan sendiri.

Pastinya mereka sudah tahu bahwa bunga edelweiss merupakan tumbuhan langka yang dilindungi dan terlarang keras dipetik. Kalaupun seorang pendaki merasa tidak tahu kemungkinan besar hanya pura-pura belaka.

Taman Edelweiss Gunung Marapi, Februari 2017. Jauh menyusut dibandingkan tahun 1990-an. (Dokpri)

Entah sejak kapan persisnya ada mitos bahwa bunga eldeweiss, yang biasa tumbuh di gunung, merupakan bunga abadi lambang keabadian cinta. Sejak dahulu sekali sudah lazim terdengar mitos begini. Yang jelas bunga ini pertama kali diteliti oleh ahli botani asal Jerman bernama Georg Karl Reinwardt tahun 1819 di lereng Gunung Gede.

Belakangan diketahui bunga edelweis mengandung hormon etilen, yang berfungsi agar bunganya tidak mudah gugur. Nampaknya hal inilah yang jadi inspirasi lahirnya julukan bunga abadi, yang kemudian berkembang menjadi mitos lambang keabadian cinta. Ironisnya, dijuluki bunga abadi tapi menjadi tidak abadi karena ulah manusia.

Sepanjang pengamatan penulis, percaya pada mitos demikianlah akar permasalahan maraknya pencurian edelwiess di gunung. Rasa penasaran membuat pendaki berani kucing-kucingan memetik edelweiss. Ada kepuasan dan kebanggaan sendiri mendapatkan bunga edelweiss di gunung.

Terciduk! Ditegur, bunga edelweisnya spontan dibuang. Kejadian di puncak hutan mati Gunung Talang, Sabtu (5/8/2017) 13.55 WIB (Dokpri)

Padahal, andai saja pendaki mau menggunakan akalnya dengan kritis, termasuk mempertanyakan berbagai mitos di gunung, tentunya akan melihat bahwa bunga edelwiess sebenarnya biasa-biasa saja. Tidak ada abadi-abadinya. (Abadi apaan, coba, cuma bunga begitu doang).

Bunga edelweiss, yang pucat itu, sebagaimana kita sama tahu, tidak lebih indah dibandingkan bunga mawar, bunga lily, bunga krisan, bunga padi,dan lainnya. Hanya saja, karena ia bunga langka, endemik di tempat tertentu saja, sulit dibudidayakan dan rawan mati saat tangkainya dipetik, karena itu pantas dilindungi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline