Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Baru Terasa Pentingnya Catatan Harian

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lama ingin menulis pengalaman masa lalu yang rasa-rasanya unik dan asyik untuk dibaca. Kesulitannya terletak pada mendiskripsikan secara persis kejadian puluhan tahun lalu berikut emosi yang melingkupinya. Inilah akibat tidak ada catatan harian.

Ketika pengalaman masa lalu akan dituliskan saat ini, terasa sulit menghidupkan ceritanya. Ketika dicoba juga menuliskannya, bercampurlah dengan emosi dan suasana pikiran saat ini. Apalagi ditambah keterbatasan memori untuk mengingat kejadian masa lalu secara fotografis.

Padahal, maksud hati cuma membuat catatan terserak saja. Tidak sampai terlalu jauh buat memoar segala. Belum pantas kali ya. Tapi memoar bolehlah sebagai perbandingan.

Bung Hatta antara lain tercatat pernah melakukan penulisan kisah hidupnya ke dalam otobiografi Mohammad Hatta: Memoir (1979). Akan tetapi, sebagaimana umumnya otobiografi, tantangan utama penulisannya adalah kejujuran. Termasuk kejujuran mengungkapkan kompleksitas emosi yang melingkupi suatu kejadian.

Otobiografi Bung Hatta tersebut sangat minim mengungkap kompleksitas emosi penulisnya dalam peristiwa ke peristiwa yang dialaminya. Sekalipun Bung Hatta telah mencoba teknik penulisan peristiwa persis seperti waktu kejadian, bukan seperti interprestasi saat peristiwa ditulis.

Jebakan berikutnya jika ingin membangkitkan ingatan masa lalu dan menuliskannya adalah, kejujuran mengungkap sisi positif dan negatif secara berimbang suatu pilihan sikap pada waktu kejadian, setidaknya yang terpikirkan pada waktu itu, serta sikap dan penilaian orang-orang lain yang berinteraksi dengan peristiwa bersangkutan, termasuk diskripsi emosi orang-orang lain yang terlibat.

Umumnya penulisan memoir seseorang cenderung terjebak pada sisi positif saja, keunggulan, kehebatan, sifat hiroik si penulis. Sangat jarang membaca otobiografi yang menuliskan juga kebodohan diri, keculunan, kecerobohan, sikap naif, si penulis secara jujur pada waktu itu, minimal menurut penilaian orang-orang lain yang berinteraksi dengan si penulis.

Keberhasilan utama otobiografi Bung Hatta tersebut adalah kemampuan Bung Hatta mendiskripsikan suatu peristiwa--nama pelakunya, tempat, dan detail waktu--secara nyaris fotografis. Luar biasa daya ingat beliau.

Kesulitan mengintegrasi peristiwa fisik dan emosi si penulis dan orang-orang yang terlibat dalam suatu peristiwa masa lalu secara persis ketika peristiwa tersebut dituliskan saat ini, adalah barang kali menjadi alasan mengapa penulisan yang awalnya diniatkan sebagai memoir akhirnya malah berubah menjadi novel. Penulisnya terjebak menambah-nambah peristiwa yang tidak ada, baik secara sengaja ataupun karena peristiwa yang sebenarnya tidak begitu persis lagi diingat, atau menginterprestasikan peristiwa masa lalu dengan kerangka berpikir saat peristiwa dituliskan.

Dugaan ini mungkin pas ditujukan pada novel Laskar Pelangi buah karya Andrea Hirata yang awalnya, sebagaimana beberapa wawancara di media, diniatkan semacam memoar sebagai hadiah untuk gurunya.

Inilah pulah dasar pemikiran sehingga aku mulai mengajari anak menulis catatan harian sedini mungkin, sejak ia mulai mahir baca tulis pada ultah ke-6. Ya, siapa tahu kelak ia jadi orang yang menginspirasi, yang kisahnya layak dibukukan. Setidaknya ia sudah punya catatan kronologis hidupnya secara original.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline